Kamis, 05 Juni 2008

Gereja dan Hirarki



Kesatuan Gereja memperoleh dasarnya pada Yesus Kristus. Titik pangkal kesatuan Gereja adalah Yesus Kristus. Munculnya Gereja mempunyai kaitan yang sangat erat dengan Yesus Kristus. Kesatuan Yesus dengan Gereja digambarkan sebagai kesatuan dalam Tubuh Kristus di mana Kristus sebagai kepala-Nya dan Gereja menjadi anggota-anggotanya(LG7). Kesatuan umat beriman dengan Kristus itu diperoleh berkat baptis yang diterima (1Kor 12,13) dan ekaristi (1Kor 10,17).

Terdapat dua macam persekutuan, yaitu persekutuan intern di dalam Gereja Katolik Roma yang diwujudkan dalam communio dari paguyuban dan persekutuan ekstern di antara Gereja-gereja.


Persekutuan Ekstern

Gereja katolik janganlah dilihat sebagai satu-satunya pelaksana misteri keselamatan Allah (LG 8). Justru karena dalam Gereja Katolik Gereja Yesus Kristus hadir secara konkret, maka juga bentuk kehadirannya terbatas. Di dalam bentuk yang terbatas ini memang seluruh kebenaran Kristus terungkap. Tanpa mengurangi karya rahmat dalam orang lain, Gereja Katolik menegaskan bahwa Gereja Katolik didirikan oleh Yesus Kristus untuk keselamatan. Dalam LG 15, dibicarakan perbedaan antara Gereja Katolik dan gereja-gereja lainnya. Perbedaan itu tidaklah memecah-memecahkan umat, melainkan berkat baptisan yang diterima, Gereja Katolik dan gereja-gereja lain disatukan dalam Kristus sendiri. Bahkan dalam LG 16, dibicarakan juga tentang persatuan Umat Allah dengan mereka yang belum menerima Injil. Kesatuan yang terjadi adalah bersama-sama berjalan menuju Allah.


Pesekutuan Intern

Berbicara tentang kesatuan Gereja Yesus Kristus yang hadir dalam Gereja Katolik itu berarti menyentuh beberapa aspek, yaitu : Gereja lokal dan Gereja universal; Communio Para Uskup (Kolegialitas); Hubungan hirarki dengan awam; Persekutuan dengan para kudus (communio sanctorum). Gereja Kristus itu sungguh hadir dalam seluruh jemaat kaum beriman setempat yang sah. Dalam masing-masing Gereja setempat hadirlah satu Gereja Kristus, Gereja semesta (universal). Dari sudut pandang Gereja setempat, Gereja lokal terbentuk menurut citra Gereja setempat”. Di sinilah muncul sifat kesatuan. Sebab, Gereja-gereja setempat yang di dalamnya terwujud Gereja Yesus Kristus, bersama-sama membentuk persekutuan dan itulah yang disebut sebagai Gereja semesta (universal). Pusat Gereja bukan lagi di Roma, melainkan altar di mana dirayakan ekaristi. Di lihat dari sudut pandang Gereja semesta, Gereja semesta hadir dalam Gereja-Gereja setempat yang menghadirkan Gereja Yesus Kristus.

Sifat dasar Gereja Yesus Kristus (LG 13).

  • Satu. Prinsip dan pola misteri kesatuan Gereja adalah kesatuan Allah Tritunggal (komunitas kasih Allah Tritunggal). Allah memanggil orang beriman kepada Kristus menjadi umat Allah (1Ptr 2, 5-10) dan membuat mereka menjadi satu tubuh (1Kor 12,12). Tata susunan sosial Gereja melambangkan kesatuannya dengan Kristus (GS 44).

  • Katolik. Itu berarti Gereja tersebar di mana-mana untuk semua orang sepanjang sejarah di segala tempat sebab Allah memanggil semua orang agar selamat. Keselamatan Allah ditujukan kepada semua orang. Secara kultural, Gereja tersebar di seluruh dunia dalam berbagai bentuk budaya segala bangsa.

  • Kudus. Kekudusan yang ada pada Gereja adalah berkat Kristus yang menguduskan (Bdk. LG 7). Kekudusan terungkap dalam aneka cara sebab kekudusan bukanlah sidat seragam yang sama bentuknya untuk semua orang. Kekudusan berarti bahwa semua orang mengambil bagian dalam Kekudusan gereja yang bersumber pada Kristus sendiri, pengudusan oleh Roh (1Ptr 1,2), dikuduskan karena dipanggil (Rom 1,7). Dari pihak manusia kekudusan berarti tanggapan atas karya Allah yang menguduskan terutama dengan sikap iman dan pengharapan (1Tim 2,15).

  • Apostolik. Sifat apostolik berarti bahwa Gereja berasal dari para rasul dan tetap berpegang teguh pada kesaksian iman mereka (Ef 2,20; Why 21,14). Hubungan Gereja dengan para rasul dipahami oleh Gereja Katolik sebagai pemusatan pada hubungan historis (turun-temurun) antara para rasul dengan para penggantinya. Sifat apostolik berarti bahwa Gereja yang sekarang ini, mengakui diri sama dengan Gereja perdana, yaitu Gereja para rasul.


Pada mulanya communio berarti partisipasi dalam karunia keselamatan Allah, yakni peran serta dalam Roh Kudus, dalam hidup baru, dalam cinta kasih. Paham Gereja sebagai communio dapat dimengerti sebagai partisipasi Gereja dalam hidup ilahi trinitaris atau dalam komunitas kasih antara Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Communio di dalam Gereja terjadi pertama-tama karena bersama-sama menanggapi karya keselamatan Allah dalam diri Yesus Kristus yang terutama dirasakan dalam Sabda dan Sakramen. Kesatuan Gereja Yesus Kristus hadir dan diwujudkan dalam communio dari Gereja-Gereja partikular. Titik tolak communio adalah hubungan timbal balik yang berprinsip subsidiaritas. Gereja pertama-tama merupakan organisme, yaitu persekutuan umat beriman yang saling berhubungan dan

Dalam LG 26, konsili menegaskan kehadiran Kristus dalam jemaat-jemaat setempat. Gereja setempat menghadirkan, Gereja Universal yang menghadirkan pula Gereja Yesus Kristus. Jemaat setempat itu pertama-tama adalah jemaat keuskupan yang menghadirkan Gereja universal. Dalam lingkup yang lebih kecil seperti paroki (teritorial dan kategorial), bahkan paguyuban umat seperti wilayah dan lingkungan (atau apapun namanya yang sejenis), kelompok kategorial merupakan persekutuan kecil umat beriman, hadirlah Gereja Yesus Kristus. Nah, communio merupakan kebersamaan di antara paguyuban-paguyuban umat tersebut di mana secara intern, di antara umat beriman sendiri membangun communio dalam paguyubannya masing-masing.

Sementara itu, dalam refleksinya pada sidang paripurna FABC V di Bandung 1990, para Uskup Asia melihat harapan baru dengan tumbuhnya hasrat di kalangan umat kristiani untuk membangun hidup bersama (community). Hasrat itu tampak sekali dengan tumbuhnya “jemaat-jemaat Gerejawi Basis, kelompok-kelompok tetangga, kelompok-kelompok yang berhimpun untuk membela hak-hak manusawi atau untuk doa dan sharing Kitab Suci”. Konsekuensi dari pola hidup berpaguyuban adalah memberi kesempatan semua anggota untuk ikut serta secara aktif. Seluruh jemaat sebagai communio dipanggil untuk berperan serta dan memperagakan Kristus sebagai imam, nabi, raja di tengah-tengah dunia (LG 10-12, 34,36).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Gereja pertama-tama communio umat beriman. Gagasan communio sangat kuat tampak dalam gagasan Gereja sebagai Tubuh Kristus dan Umat Allah di mana sesungguhnya kesatuan (aspek yang paling ditekankan) ternyata mengandaikan keterlibatan dari unsur-unsur penyusunnya. Dasarnya adalah communio umat beriman dengan Allah dan selanjutnya mewujud dalam communio di antara jemaat-jemaat beriman dan paguyuban jemaat beriman. Communio dari paguyuban-paguyuban itu mengandaikan dan menuntut paguyuban umat beriman yang terbuka yang siap berdialog dan membangun hidup bersama dengan paguyuban umat beriman yang lainnya. Dan dalam kebersamaan itu, mereka dipanggil untuk melibatkan diri dalam mewartakan karya keselamatan Allah di tengah dunia.


Hirarki

Yang disebut hirarki adalah Uskup, Imam dan Diakon. Hirarki dalam Kitab Suci

  • Muncul kelompok 12 rasul semasa Yesus hidup.

  • Para penatua menggantikan para rasul.

  • Muncul istilah episkopos/uskup (Kis 20,38) atau penilik jemaat dan diakonos (Rm 16,1).

Dalam LG bab 3 dikatakan tentang hirarki, yaitu Uskup, Imam dan Diakon.

  • Uskup. Tugas pokok uskup adalah pemersatu dan pemimpin umat. Tugas tersebut dilaksanakan menurut dalam tiga bidang, yaitu

  • Pewartaan (LG 25). Uskup bertugas sebagai Guru yang meliputi perwartaan Injil, menjelaskan ajaran iman dan menjaga Gereja dari kesesatan (menjaga pewahyuan).

  • Perayaan (pengudusan, LG 26). Uskup memiliki rahmat imamat tertinggi. Uskup menjadi organ persatuan Gereja sebagaimana nampak dalam ekaristi.

  • Pelayanan (penggembalaan, LG 27). Uskup memiliki wewenang untuk mengatur dan membimbing Gereja.

Bersama-sama dengan Uskup-uskup di seluruh dunia mereka adalah Dewan Uskup dengan Paus sebagai pemimpin tertinggi.

  • Dewan Para Uskup. Dewan para uskup adalah pengganti dewan para rasul. Yang memimpin Gereja adalah dewan para uskup. Seseorang menjadi uskup karena diterima sebagai anggota dalam dewan itu. Pada hakekatnya, uskup adalah pimpinan Gereja setempat (LG 22, 27).

  • Paus. Atas dasar tradisi, Petrus merupakan uskup Roma yang pertama. Dia adalah ketua dewan para rasul. Sebagai pengganti Petrus, Paus tidak sekedar sebagai uskup Roma tetapi juga menjadi ketua dewan pimpinan Gereja Universal.

  • Para Imam (LG 28) dan Diakon (LG 29)

Keduanya adalah para pembantu uskup yang menerima tahbisan dan menjadi anggota hirarki. Imam adalah perpanjangan tugas uskup untuk 3 tugas di atas. Diakon walaupun sudah ditahbiskan namun ia baru bisa melaksanakan tugas pelayanan. Imam mengambil bagian dalam imamat uskup.

    Tugas utama hirarki adalah mempersatukan umat. Di sini perlu diperhatikan tempat hirarki dalam keseluruhan Gereja. Hirarki bukan prinsip kesatuan Gereja, tetapi organnya. Prinsip kesatuan Gereja adalah Roh Kudus (LG 4, 7b-c, 13a, 15, 25). Supaya kesatuan lahiriah dapat berkembang dan dinyatakan dalam bentuk sosial, maka Gereja diberi bentuk hirarkis. Hirarki sering disebut sebagai “jabatan” untuk: “pelayanan, tugas atau pengabdian”. Pandangan ini sesuai dengan ajaran PB yang tidak pernah berbicara tentang pangkat atau kehormatan, melainkan melihat hirarki melulu secara fungsional. Ketika fungsi-fungsi itu masih sangat bercorak karismatis, maka sifat fungsionalnya tampak sekali. Dalam perkembangan, sifat fungsionalnya agak dikaburkan. Namun Konsili Vatikan II kembali pada paham asli (LG 18a).

    Atas kehendak Kristus, hirarki diangkat menjadi Guru, pembagi misteri-misteri, dan gembala bagi yang lain (LG 32c), menunaikan tugas suci demi saudara-saudara mereka. Tugas pemersatu hirarki tidak berarti bahwa semua dipaksakan ke dalam bentuk iman yang seragam. Hirarki harus melayani umat, supaya seluruh kaum beriman bersama-sama, membangun kesatuan itu. Hirarki harus memungkinkan komunikasi dalam iman. Mereka harus menjalankan tugas mereka sebagai saudara di antara saudara (PO 9 a).

    Imam tidak berada di atas umat, tetapi di tengahnya. Fungsi hirarki adalah fungsi dalam Gereja, maka hirarki mengambil bagian dalam fungsi Kristus yang dengan perantaraan Roh tetap mempersatukan Gereja.

    Struktur hirarkis adalah struktur hakiki Gereja, karena Roh tidak pernah berkarya lepas dari Yesus. Struktur karismatis tidak lepas dari struktur hirarkis, yang secara historis menghubungkan Gereja dengan Yesus. Oleh karena itu, hirarki secara hakiki berdiri di tengah-tengah hidup Gereja dan mengambil bagian aktif dalam hidup umat.

    Kekhususan tugas kepemimpinan hirarki berhubungan langsung dengan kekhususan Gereja sebagai communio dalam iman. Hirarki harus memimpin umat dalam mewujudkan iman dalam kesatuan yang tampak. Namun harus diingat bahwa prinsip kesatuan adalah karya Roh dan bukan kewibawaan atau kuasa hirarki. Dengan demikian dapat dikatakan hirarki merupakan pelayan kesatuan Gereja Yesus Kristus. Mereka menghadirkan Yesus yang mempersatukan umat-Nya (in persona Christi).

Ada tiga bidang pengungkapan iman yang bisa dipakai oleh hirarki untuk melayani umat :

  • Hidup konkret.

  • Perumusan iman dan ajaran. Tugas hirarki bukan menjaga dan membela ajaran tradisional saja, melainkan juga membantu dan memimpin orang dalam mencari rumusan baru bagi iman yang hidup. Maka tugas mengajar dapat diartikan sebagai pelayanan dalam perumusan iman.

  • Dalam bidang liturgi. Pusat hidup liturgi adalah sakramen-sakramen, dan pusat sakramen adalah ekaristi. Maka di bidang kultus, hirarki menjalankan fungsinya terutama dalam mempersatu-kan umat sekitar altar. Tugas mempersatukan juga berarti bahwa pelbagai tugas pelaksanaan dan pengungkapan iman dijadikan satu. Maka hirarki sendiri harus mengimani sabda Allah.






1 komentar:

Lucas Nasution mengatakan...

kadang aku berpikir hirarki kok malah membuat gereja tidak "user-friendly"
baca juga ini
http://www.paganchristianity.org/
yang mengusulkan bahwa konsep hirarki itu pinjaman dari sistem pemerintahan romawi