Kamis, 01 Mei 2008

KOntrasepsi dalam pandangan Gereja

Kontrasepsi dalam Pandangan Gereja


Secara hakiki, orang yang melangsungkan dan menghayati hidup perkawinan membuka diri terhadap adanya kelahiran anak sebagai penerus keturunan dari keluarga tersebut. Demikian juga dalam ajaran dan tradisi Gereja, hidup perkawinan selalu terbuka pada kelahiran anak. Hubungan suami istri terbuka dan terarah pada kelahiran anak sebagai hasil hubungan kasih suami istri yang sempurna. Dalam perkembangan zaman, hubungan suami istri berkembang tidak hanya sebatas pada prokreasi, namun juga kesejahteraan suami-istri.

Nilai-nilai luhur yang dihidupi, digeluti, dan diperjuangkan oleh Gereja itu menghadapi sebuah tantangan yang serius seiring dengan berbagai nilai-nilai yang ditawarkan oleh kemajuan zaman dan teknologi, terlebih dengan berbagai penemuan tentang alat-alat kontrasepsi. Ada pemahaman keliru yang berkembang mengenai Keluarga Berencana dan kontrasepsi. Ada yang bersifat alami, ada yang besifat mencegah kehamilan, bahkan ada yang bersifat abortif.

Kontrasepsi berasal dari dua kata contra dan conception. Contra berarti melawan dan conception berarti pembuahan. Kontrasepsi adalah metode dengan alat atau obat yang digunakan untuk menghindari atau mencegah terjadinya konsepsi (pembuahan). Kontravita berasal dari kata contra dan vita. Contra berarti melawan dan vita berarti kehidupan. Ini disebut kontravita karena sebenarnya alat ini tidak mencegah terjadinya pembuahan (konsepsi), tetapi membunuh janin sesudah pembuahan. Pembuahan tetap terjadi akan tetapi karena ada alat-alat ini, janinnya mati1. Berbagai penemuan alat kontrasepsi yang semakin berkembang dan pemahaman yang keliru mengenai hal ini menimbulkan ketegangan mengenai fungsi dan nilai-nilai luhur perkawinan yang dihidupi dan ditawarkan oleh Gereja.

  1. Sejarah dan Perkembang Alat Kontrasepsi

  1. Kontrasepsi pada Zaman Kuno

Kontrasepsi sudah ada sejak tahun 1900 SM. Bentuknya mengalami perkembangan. Di zaman Mesir Kuno, alat yang digunakan adalah menaburkan madu dan sodum carbonat di vulva untuk membunuh sel sperma dan menaburkan kotoran buaya di dalam cervix (mulut rahim)2. Dalam dunia Yahudi kuno, tercatat coitus interuptus (mengeluarkan sperma diluar tubuh wanita setelah senggama). Cara ini dapat dilihat dalam kitab Kejadian 38,8-10 yang menceritakan tentang Onan yang menikahi istri almarhum kakaknya. Onan melakukan coitus interuptus supaya istrinya itu tidak hamil. Dari kitab Talmud Babilonia, para rabbi mencatat bahwa kontrasepsi yang dilakukan pada masa itu adalah dengan memperpanjang masa menyusui bayi, racun steril, ramuan berbagai akar rumput dan madu serta wool, mencampurkan air dengan misy3 dalam sejumlah biji kacang vicia. menaburkan madu dan sodium carbonat di vulva untuk membunuh sel sperma, menaburkan kotoran buaya di dalam cervix, sampai kondom dengan bahan dari kulit binatang.

Ada berbagai alasan sehingga mereka melakukan kontrasepsi. Seorang budak yang akan mendapatkan kemerdekaan atau kebebasan dari status budaknya menunda untuk mempunyai anak agar anak yang dilahirkannya nanti sudah mempunyai status sebagai orang yang merdeka, bukan sebagai keturunan budak lagi. Orang-orang proselit4 menunda mempunyai anak agar anak-anak yang dilahirkannya nanti mempunyai status dan diterima penuh sebagai orang-orang Israel. Mereka melakukan kontrasepsi demi status anak yang akan dilahirkannya nanti.

Sudah sejak lama, dikenal adanya pembedaan yang jelas antara obat-obat atau ramuan yang bersifat kontraseptif dengan yang bersifat abortif. Metode kontrasepsi yang berkembang pada masa itu adalah dengan mengatur pernafasan, dengan mengolesi vulva dengan cairan-cairan tertentu, membasuh vagina sesudah senggama. Metode yang paling terkenal adalah dengan racun kontrasepsi, yaitu dengan mencampurkan misy dalam sejumlah kacang vicia dan diminum. Ramuan itu akan menghambat kehamilan selama kurang lebih setahun.






  1. Kontrasepsi pada Zaman Modern

Penemuan alat-alat kontrasepsi pada zaman modern didukung dengan perkembangan ilmu anatomi tubuh manusia5. Beberapa penemuan tentang alat-alat kontrasepsi adalah sebagai berikut6:

  • Tahun 1563, ditemukan bahwa dalam buku de Morbo Gallico, Gabriel Follopio sudah membahas tentang kondom.

  • Tahun 1672, De Graff menyelidiki tentang ovarium untuk pertama kalinya.

  • Tahun 1677, Anton van Leeuwenhoek menemukan sel sperma. Ia menamai temuannya ini dengan istilah “spermatozoa” yang berarti “benih binatang”.

  • Tahun 1827, Jark Erns von Baer menemukan adanya ovum.

  • Tahun 1844, kondom dipakai secara meluas setelah adanya pengolahan karet.

  • Tahun 1875, Oscar Hertwigmenemukan bahwa pembuahan itu terjadi ketika ada pertemuan antara selu telur dan sel sperma.

  • Tahun 1880, Wilhelm Mensinga menemukan Diapragma.

  • Tahun 1920, Prof K. Ogino dari Jepang dan H. Knaus dari Austria menemukan adanya masa subur dan masa tidak subur dalam diri wanita.

  • Tahun 1928, Ernest Grafenberg, seorang dokter dari Berlin menemukan tentang adanya sterlisisasi dan alatnya.

  • Tahun 1959, Gregory Pincus dari Amerika mengemukakan ke masyarakat umum tentang pil kontrasepsi yang sudah dapat dipakai kepada manusia.

  1. Jenis Kontrasepsi

Seiring perkembangan zaman, alat dan metode kontrasepsi mengalami perkembangan yang pesar. Dalam sejarah kuno, sudah berkembang pembedaan antara obat-obat (ramuan) yang bersifat kontraseptif dan yang bersifat abortif. Dalam sumpah Hypocrates, diungkapkan ada larangan bagi para dokter untuk memberikan obat yang bisa menggugurkan kandungan (abortif), tetapi mengijinkan untuk memberikan obat-obat kontraseptif. Dalam perkembangannya, kontrasepsi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu Barrier, hormonal, intra uterine, dan operasi.

  1. Kontrasepsi barrier atau penghalang. Jenis kontrasepsi ini digunakan untuk mencegah agar sel sperma tidak bertemu dengan sel telur sehingga tidak ada pembuahan. Jenis barrier ini adalah:

  1. Kondom7. Ada kondom untuk laki-laki dan ada kondom untuk perempuan. Ini adalah alat kontrasepsi yang berbentuk sarung karet tipis. Kondom ini menampung sperma pada waktu ejakuasi sehingga sperma tidak masuk ke rahim atau saluran telur. Ini terbuat dari bahan Latex yang bersifat elastis dan sangat kuat. Ini mempunyai panjang 180-185 mm, lebar 49-52 mm, dan ketebalan 0.05 mm. Kemungkinan kegagalan sekitar 3-5%. Efek sampingnya adalah alergi terhadap karet kondom atau zat pelicin dan tertinggalnya kondom di liang senggama.

  2. Diapragma8. Diapragma berbentuk seperti kubah yang terbuat dari latex yang pinggirnya fleksibel. Biasanya dipakai dengan spermicide (pembunuh sperma). Alat ini menutup vagina bagian dalam dan menutup seluruh cervix sehingga sperma tidak bisa masuk ke dalam rahim.

  3. Cervical cap9. Cervical cap berbentuk seperti topi yang dibuat dari latex dengan panjang sekitar 1-1,5 inc. Alat ini lebih kecil dari pada diapragma dan persis menutup hanya cervix saja. Alat ini menutup cervis sehingga sperma tidak bisa masuk ke dalam rahim atau saluran telur sehingga tidak ada pembuahan.


  1. Kontrasepsi hormonal. Jenis kontrasepsi ini mengubah komposisi keseimbangan hormon dalam tubuh perempuan sehingga proses mekanisme tubuh akan berubah dan tidak sesuai dengan alam. Jenis kontrasepsi hormonal adalah:

  1. Spermacide atau Tissue KB10. Ini adalah alat kontrasepsi yang digunakan dalam vagina sebelum bersenggama yang berbentuk kertas tipis dan mengandung spermatisida. Setiap lembar tissue mengandung Alkyl Phenoxy polyethoxy ethanol 50 mg. Efek samping yang dialami adalah gatal-gatal, perubahan masa menstruasi 0,85 %, meningkatnya pengeluaran cairan vagina, dan irritasi dinding vagina.

  2. Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)11. Ini adalah implant yang terdiri dari 6 kapsul (Norplant) dan berisi Preparat hormonal yang dapat digunakan selamat jangka waktu 5 tahun. Ini juga dikenal dengan istilah susuk KB. Substansi aktifnya adalah Progestrin Levonorgestrel.

Norplant ini terdiri dari 6 kapsul yang terbuat dari elastometer, polydimethylsoloxane, dimana setiap kapsul mengandung sekitat 36 levonorgestrel dengan panjang masing-masing 34 mm, lebar 2, 4 mm dan tertutup dari kedua ujungnya. Dengan disisipkan 6 kapsul silastik implant di bawah kulit, setiap hari dilepaskan sejumlah zat aktif dalam darah melalui diffusi dari kapsul-kapsul silastik tersebut secara tetap dan terus-menerus. Melalui 3 mekanisme dasar, AKBK mencegah kehamilan karena alasan dihambat terjadinya ovulasi, menebalnya lendir cervik, dan menjadi tidak siapnya endometrium dalam menerima nidasi. Kemungkinan kegagalan 2-3%. Kemungkinan dapat hamil setelah paska pemakaian adalah 50 % setelah 3 bulan, 86% setelah 1 tahun, dan 93% setelah 2 tahun.

Efek samping dan kontra indikasi yang dialami adalah: Amenore (tidak haid); Spotting (pendarahan kecil di luar haid); Metrolagi, menoragi atau pendarahan yang lebih banyak di luar haid; Rasa sakit, gatal, bengkak, pegal linu dan ekspulsi kapsul pada bekar luka sayatan; Pusing/sakit kepala dan berdebar-debar; Perubahan berat badan dan jerawat; Hamil atau diduga hamil; Pendarahan melalui vagina yang tidak diketahui sebabnya; Tumor atau keganasan; Penyakit jantung, hati, darah tinggi, kencing manis.

  1. Suntik KB12. Ini adalah suatu cara kontrasepsi untuk wanita yang diberikan melalui suntikan. Ini berisikan suspensi hormon progesteron dalam air dan dalam minyak. Ini mencegah lepasnya sel telur dari indung telur wanita, mengentalkan lendir mulut rahim sehingga sperma tidak dapat masuk ke dalam rahim, menipiskan endometrium sehingga tidak siap untuk kehamilan.

Jenisnya adalah: Depo Provera, Depo Progestin, Depo Geston. Setiap vial (3 ml) mengandung 150 mg Depp Medroxy Progesteron Acetat. Bentuk suspensi steril dengan pelarut air. Ini diberikan dengan interval 12 minggu dengan kelonggaran waktu 1-2 minggu; Noresterat. Setiap ampul ( 1ml) mengandung Norethindrone Enantat. Bentuk suspensi steril dengan pelarut minyak. Ini diberikan dengan interval 8 minggu dengan kelonggaran waktu 1 minggu; Epo Progestin. Setiap vial mengandung Medroxy Progesteron Acetat

    1. Pill KB13. Ini adalah alat kontrasepsi yang berbentuk tablet yang mengandung hormon estrogen dan progesteron atau mengandung progesteron saja ( Mini Pil). Mifepristone Pil ini disebut juga RU 486 atau ‘pil Prancis’. Dibanding pil-pil lain, paling ringan efek sampingnya (mual/muntah). Kurang lebih dosis : 600 miligram diminum selambat-lambatnya 3 hari sesudah berhubungan seks. Minum 1 kali saja.

Alat kontrasepsi ini menghalangi terjadinya pembuahan dalam berbagai cara14, yaitu:

  • Hormon estrogen akan mempengaruhi hypotalamus agar menghentikan hormon LH dan FSH yang diperlukan untuk ovulasi sehingga dengan adanya estrogen ini, tidak akan terjadi ovulasi.

  • Hormon progestin akan mempengaruhi mulut rahim untuk tetap menajdi masam dan tidak memproduksi lendir kesuburan sehingga sperma akan cepat mati. Progestin juga akan menghentikan produksi hormon-hormon yang mengatur ovulasi sehingga dinding rahim tidak bisa ditempeli janin.

  • Progestin juga mengganggu hypotalamus, pittuary gland, dan indung telur agar tidak terjadi ovulasi.

Jenisnya adalah: mifepristone (RU-486), Onapristone, Lilopristone, espostane, morning afer pill. Microgynon 30 ED terdiri dari 28 pil. Setiap pilnya mengandung L Norgestrel 0,15 mg dan Etinil Estradiol 0,03 mg; Marvelon. Ini terdiri dari 28 pil. Setiap pil mengandung Desogrestel 0,15 mg dan Etinil Estradiol 0,03 mg; Nordette. Ini terdiri dari 28 pil. Setiap pil mengandung L Norgestrel 0,15 mg Etinil Estradiol 0,03 mg; Excluton- 28. Ini terdiri dari 28 pil. Setiap pil mengandung Linestrenol 0,5 mg; Trinordiol-28. Ini terdiri dari 6 tablet coklat yang mengandung L Norgestrel 0,5 mg dan Etinil Estradiol 0,03 mg, lima tablet putih yang mengandung L Norgestrel 0,075 mg dan Etinil Estradiol 0,04 mg, serta 10 tablet kuning yang mengandung l Norgestrel 0,15 mg dan Etinil Estradiol 0,03 mg.

Efek samping dan kontra indikasi yang muncul adalah : Kolasma, Sakit kepala, mual; Perubahan berat badan, melunaknya buah dada; Perubahan aliran haid dan libido; Sedikit pendarahan intermenstrual dan kejiwaan; Thrombophlebitis, thromboembolik; Penyakit arteri jantung, tekanan darah tinggi, dan kencing manis; Sakit kuning/gangguan hati; Kanker payudara/alat kelamin; Neoplasia yang terpengaruh estrogen dan pendarahan kelamin yang tidak dapat didiagnosa.

Semua alat kontrasepsi itu mengandung Anti Progesteron dan Prostaglandines. Yang termasuk Antiprogesteron adalah produk mifepristone (RU-486), Onapristone, Lilopristone, espostane, morning afer pill. RU-486 ini pertama kali diproduksi oleh Roussel-Uclaf, sebuah anak perusahaan Hoeshst AG dari Jerman. Ini dipasarkan secara besar-besaran di Perancis. Obat-obat ini bekerja dengan menghalangi kerja hormon progesteron yang sangat diperlukan untuk mempertahankan kehamilan. Progesteron yang berfungsi menyangga dinding rahim dan memberi makan kepada janin, mengehentikan otot-otot janin supaya tidak berkontraksi, dan mencegah agar cervix tidak melebar, dihalangi kerjanya. Cervix menjadi lemah dan membuka, dinding rahim akan terkelupas dengan adanya kontraksi dan terjadilah pendarahan. Janin dan placenta akan menjadi layu dan mati. Prostaglandine adalah hormon yang menyebabkan rahim berkontraksi dan dengan demikian janin dan placenta (ari-ari) akan terbuang keluar. Biasanya janin dan placenta itu akan keluar dari rahim sesudah 24 jam menggunankan prostaglandine. Prstoaglandine biasanya digunakan bersamaan dengan RU 486.


  1. IUD (Intrauterine Debices) atau alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)15. Ini adalah alat yang pemakaiannya dimasukkan ke dalam rahim. Ini terbuat dari plastik (Polyethilene). Bentuknya bermacam-macam. Ada yang dililiti kawat perak, ada juga yang batangnya berisi hormon progesteron. IUD bekerja dengan meninggikan getaran saluran telur sehingga pada waktu blastokista sampai ke rahim, endometrium belum siap untuk menerima nidasi. Lilitan logam menyebabkan reaksi “peradangan” dimana terjadi reaksi jaringan sehingga terjadi serbukan sel darah putih (lekosit) dan sel makrofah yang dapat melarutkan blastokista. Kemungkinan kegagalan 1 %. Dan kesuburan setelah pengangkatan IUD berkisar antara 80-90% setelah 1 tahun pengangkatan.

Jenisnya adalah: Cooper dan Nova T berbentuk huruf T yang batangnya dililit tembaga (Cu). Ini dapat dipakai selamat 6 tahun. Medusa Pessar MPL CU 240 Ag berbentuk batang tegak lurus yang dibalut kawat tembaga perak dengan 4 cabang berkelok yang bulat pada masing-masing ujungnya. Ada juga jenis Tcu-380A, Mlcu375, LNG20, dan sebagainya. Jenis kontrasepsi ini dapat dipakai selama 5 tahun.

Efek samping dan kontra indikasi yang dialami adalah: Pendarahan sedikit yang berulang atau pendarahan terus-menerus selama haid hari pertama sampai hari ketujuh pada 2-3 bulan pertama; Pendarahan haid yang lebih banyak dan lebih lama; Kejang perut, terutama sehari atau setelah pemasangan atau selama haid; Kelainan pembawaan atau yang diperoleh di uterus; Peradangan di alat kelamin; Uterus myomatosus; Kecurigaan ada tumor ganas di alat kelamin; Kepekaan terhadap tembaga.


  1. Jenis Operasi atau Sterilisasi16. Ini adalah operasi pada tubuh perempuan atau laki-laki agar ‘steril’ atau tak mampu lagi ‘membuat’ anak. Kemungkinan terjadi kehamilan sesudah steriliasi hampir nol.

    1. Vasektomi: sterilisasi untuk laki-laki. Vasektomi adalah operasi sederhana untuk memotong saluran pembawa sperma dari kantongnya (zakar) ke penis. Operasi ini cukup gampang dilakukan sehingga pekerja kesehatan terlatih di mana saja bisa melakukannya (tak harus dokter bedah). Operasi ini hanya memakan waktu beberapa menit saja. Vasektomi tidak menyebabkan lelaki impotent. Juga tidak mengurangi kenikmatan seksual sewaktu berhubungan seks. Sesudah operasi itu, ia masih akan berejakulasi atau mengeluarkan air mani. Hanya saja, kini air maninya tidak lagi mengandung sperma. Sesudah operasi, sperma masih ada dalam air mani. Sperma dalam air mani akan habis setelah ia ejakulasi 20 kali.

    2. Sterilisasi untuk perempuan. Operasi ini lebih sulit daripada vasektomi. Ini dilakukan dengan membuat dua irisan kecil saja di bagian bawah perut perempuan, lalu saluran telurnya diikat atau dipotong supaya sel telur tak bisa menuju ke rahim. Sama seperti vasektomi, operasi inipun tidak akan mempengaruhi kemampuan seksual perempuan, dan tidak mengurangi kenikmatan seksual.


  1. Perkembangan Pandangan Gereja Katolik tentang Kontrasepsi

Masyarakat seringkali menggunakan istilah birth control atau kontrol kelahiran. Dengan istilah ini, yang dikontrol adalah kelahiran bukan kehamilannya. Gereja tidak menentang pengaturan kelahiran atau politik kependudukan. Gereja malah menganjurkan dengan program Keluarga Berencana (KB), keluarga bertanggungjawab untuk mengatur kelahiran dan mempunyai anak secara bertanggungjawab sesuai dengan kemampuannya. Yang ditentang Gereja adalah cara melakukan pengaturan kelahiran dan cara melaksanaan politik kependudukan yang menggunakan cara kontraseptif apalagi abortif.


  1. Sikap Gereja Awal

Sikap gereja terhadap kontrasepsi sudah berkembang sejak St. Hironimus (340-420), St. Agustinus (354-430), St. Albertus Magnus (1206-1280), St. Thomas Aquinas (1225-1274), St. Carolus Borromeus (1538-1584), St. Alphonsus Liguori (1696-1787). Dalam sejarah kekristenan, tidak seorangpun teolog Katolik yang pernah mengajarkan bahwa kontrasepsi itu bisa diterima secara moral. Gereja menolak kontrasepsi dengan berbagai alasan yang disesuaikan dengan keadaan dan situasi yang ada pada zaman yang bersangkutan.

Pada abad-abad pertama Kristianitas, Gereja sangat menekankan aspek prokreatif dalam hubungan seksual. Gereja berpihak pada kehidupan baru, terutama dalam fetus dan bayi. Penolakan terhadap kontrasepsi adalah bagian dari komitmen Gereja untuk tidak mencampuri proses pemberiaa hidup yang merupakan hak prerogatif Tuhan. Gereja bahkan melarang pasangan suami istri untuk bersenggama ketika wanita menstruasi atau mengandung karena benih yang tertumpah itu hanya akan sia-sia belaka17.

Beberapa pandangan bapa-bapa Gereja mengenai kontrasepsi.

  1. St Clement dari Alexandria (191). Karena didirikan secara ilahi untuk pertumbuhan manusia, bibit (ie: sperma) tidak boleh dikeluarkan dengan sia-sia atau dirusak atau dibuang.

  2. St. Lactantius, Divine Institutes 6:20 (307) mengeluhkan akan kurangnya kebutuhan mereka dan beralasan bahwa mereka tidak punya cukup untuk membesarkan lebih banyak anak, [berpikiran bahwa] kebutuhan mereka [didapat berdasarkan kekuatan mereka] … ataukah Allah tidak setiap hari membuat yang kaya menjadi miskin dan yang miskin menjadi kaya. Karena itu, jika ada seorangpun yang karena kemiskinan tidak mampu membesarkan anak, adalah lebih baik untuk tidak berhubungan [intim] dengan istrinya.

  3. Konsili Nicea (325) mengungkapkan bahwa kebiri menjadi halangan tahbisan. Pengebirian dianggap sebagai cara ekstrim dari kontrasepsi. Ajaran ini mengutuk salah satu aliran gnostik yang dikembangkan oleh Ephiphanius yang mengajajarkan bahwa hubungan seksual yang non prokreatif merupakan pusat dari peribadatan mereka. Dalam ibadah tersebut, mereka mempersembahkan sperma dan darah menstruasi kepada Tuhan dan memakannya. Seorang perempuan dianggap tetap perawan meskipun berulangkali mengadakan hubungan seksual jika sperma tidak sampai masuk ke dalam rahimnya.

  4. St. Agustinus dari Hippo (354-430). Aku anggap, kalau begitu, meskipun kamu tidak berbaring [dengan istri kamu] demi menghasilkan keturunan, kamu tidak, demi birahi, menghalang-halangi penghasilan keturunan dengan doa jahat atau perbuatan jahat. Mereka yang melakukan ini, meskipun mereka disebut suami dan istri, sebenarnya bukan; dan mereka juga tidak memiliki realitas sebuah perkawinan … Kadang-kadang kekejian birahi ini sampai pada tahap sampai mereka menggunakan racun sterilisasi [kontrasepsi oral, ie: obat kontrasepsi] (Marriage and Concupiscence 1:15:17 [419 Masehi]). Agustinus mengungkapkan tentang 3 tujuan perkawinan, yaitu keturunan, kesetiaan, dan sakramen.

  5. St. Caesarius (470-543). Ia mengungkapkan secara tegas bahwa barang siapa memakai racun sterilitas, ia berdosa besar sebab ini sama dengan pembunuhan dan barang siapa tidak mau mempunyai anak, hendaklah ia membicarakannya kepada suaminya dan mengucapkan kaul kemurnian, sebab sterilitas yang diperkenankan oleh Gereja hanyalah kemurnian sebagai wanita kristen.

  6. St. Martinus dari Braga (+579). Ia memasukkan dosa pemakaian kontrasepsi dengan hukuman yang sangat berat, yakni harus menjalankan penitensi selama 10 tahun. Ajaran ini kemudian dimasukkan dalam kumpulan peraturan-peraturan yang disebut canon Ancyra.

  7. St. Thomas Aquinas (1225-1274). Ia menolak kontrasepsi karena kontrasepsi adalah perbuatan melawan hukum kodrat. Menurut hukum kodrat, hubungan seksual adalah hubungan yang ditetapkan Tuhan untuk memperoleh keturunan18. Dia membedakan hubungan seksual dengan alat sehingga tidak ada pembuahan dan hubungan seksual yang dilakukan dalam situasi yang tidak mungkin ada pembuahan. Thomas mengungkapkan bahwa hubungan seksual antara orang yang sudah manupause, orang yang steril, dan yang sedang mengandung, bukanlah dosa melawan kodrat meskipun dengan hubungan itu, mereka tidak mungkin mendapatkan keturuntan.


  1. Gereja Modern

  1. Pius XI: Ensiklik Casti Connubii (31 Desember 1930). Gereja Katolik, berdiri tegak ditengah-tengah kehancuran moral yang mengelilinginya supaya dapat menjaga kemurnian dari kesatuan perkawinan yang sedang dilecehkan oleh noda jijik tersebut [ie. mentalitas kontraseptif], mengumandangkan suara melalui mulut kami memproklamirkan: penggunaan apapun dari perkawinan yang dilakukan sedemikian rupa sehingga tindakan perkawinan tersebut secara sengaja menghilangkan kemampuannya untuk menghasilkan kehidupan adalah pelanggaran melawan hukum Allah dan kodrat, dan mereka yang melakukan hal ini terkena dosa besar. Jika ada bapa pengakuan atau Pastor yang menuntun umat yang dipercayakan kepadanya menuju ke kesalahan ini atau membenarkan kesalahan tersebut dengan menyetujuinya atau mendiamkan, biarlah si bapa pengakuan dan si pastor ingat bahwa dia bertanggungjawab kepada Allah, sang Hakim Agung, atas pengkhianatan kepercayaanNya. Dan biarlah mereka mengingat perkataan Kristus “Mereka orang buta yang menuntun orang buta. Jika orang buta menuntun orang buta pasti keduanya jatuh kedalam lubang.”

  2. Konsili Vatikan II (1965). Dalam Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes diungkapkan bahwa Keluarga adalah komunitas cinta kasih (GS 47) yang tercipta dari perkawinan. Tujuan dari perkawinan dan cinta kasih suami istri adalah untuk keturunan dan pendidikna anak yang menjadi bagaikan mahkota perkawinan (GS 48). Tugas menyalurkan hidup manusiawi in adalah tugas khas dari suami istri dan dengan demikian suami istri itu menajdi mitra kerja cinta kasih Allah Pencipta dan bagaikan menjadi penterjemah kehendak Allah Pencipta (GS 50).

  3. Paus Paulus VI: Ensiklik Humanae Vitae (25 Juli 1968). Dalam ensiklik ini diungkapkan bahwa setiap persetubuhan harus tetap terbuka kepada adanya kehidupan baru. Allah menghendaki bahwa makna hubungan seksual adalah unitif dan prokreatif. Kedua sifat hubungan seksual itu tidak bisa dipisahkan satu sama lain karena hubungan seksual adalah bahasa tubuh untuk mengungkapkan cinta kasih suami istri (HV 11-12). Hal ini bertentangan dengan kontrasepsi karena bersifat dengan sengaja memisahkan makna hubungan seksual yang unit dan kreatif ini (HV 40).

  4. Yohanes Paulus II: Ensiklik Familiaris Consortio (22 November 1981). Dalam ensiklik ini, diungkapkan bahwa martabat seksualitas manusia adalah sangat luhur dan tidak dapat dipisahkan dari kodratnya sebagai bagian integral dari pribadi manusia. Hubungan seksual bersifat unitif dan prokreatif. Karena itu, jika hubungan seksual yang tidak terbuka pada kelahiran anak harus dipandang sebagai tidak bermoral. Jika pasangan suami istri menggunakan alat-alat kontrasepsi, itu berarti suami istri itu melakukan pemisahan dua makna seksualitas manusia yang sudah ditanamkan oleh Sang Pencipta dalam diri manusia sebagai pria dan wanita dan mereka bertindak sebagai wasit ilahi serta memanipulasi dan merendahkan seksualitas manusia dengan menyimpangkan makna pemberian diri timbal balik secara total dalam perkawinan. Hal ini berbeda jika mereka menggunakan masa-masa subur dalam diri wanita (metode natural). Mereka tidak memisahkan dua sifat hubungan seksual manusia yang unitif dan prokreatif itu. Mereka mempergunakan apa yang telah ada dalam diri wantia yakni siklus masa subur dan tidak sebur serta tidak memanipulasi kodrat wanita19. Pemilihan ini mencakup penerimaan siklus hidup pasangannya dan dengan demikian menerima dialog, penghormatan timbal balik dan berbagi tanggungjawab dalam pengendalian diri.

  5. Paus Yohanes Paulus II: Katekismus Gereja Katolik (11 Oktober 1992). Dalam artikel 2366-2370 diungkapkan berbagai persoalan tentang keluarga. Gereja mengajarkan bahwa setiap persetubuhan harus tetap terbuka pada kelahiran kehidupan manusia. Suami istri dipanggil untuk memberi kehidupan, mengambil bagian dalam kekuatan pencipta dan ke-Bapa-an Alalh. Mereka terpanggil sebagai mitra kerja cinta kasih Allah Pencipta dan bagaikan penerjemah-Nya. Satu aspek dari tanggungjawab ini menyangkut pengaturan kehamilan. Karena alasan-alasan yang sah, suami istri dapat mengusahakan jarak antara kelahiran anak-anaknya. Pertimbangan moralitasnya adalah keputusan itu berdasarkan norma-norma yang obyektif dan dijabarkan dari hakekat pribadi serta tindakan-tindakannya; dan norma-norma itu menghormati arti sepenuhnya yang ada pada saling penyerahan diri dan pada keturunan manusia, dalam konteks cinta kasih sejati. Metode pantang berkala dterapkan berdasarkan pengamatan diri dan pilihan periode tidak subur pada wanita itu sesuai dengan kriteria obyektif moral. Metode itu menghormati tubuh suami istri, membesarkan hati mereka untuk bermesraan dan mendukung pendirikan ke arah kebebasan yang sejati. Sebaliknya, setiap tindakan harus ditolak jika yang dilakukan baik sebelum senggama ataupun dalam pelaksanaannya atau sesudahnya pada konsekuensi-konsekuensi alamiahnya, bermaksud mencegah terjadinya pembiakan, entah sebagai tujuan ataupun sarana.

  6. Paus Yohanes Paulus II: Ensiklik Evangelium Vitae (25 Maret 1995). Gereja mengajarkan bahwa kontrasepsi berlawanan dengan kebenaran sejati dari persetubuhan sebagai pengungkapan cintakasih suami istri. Kontrasepsi berlawanan dengan keutamaan kemurnian perkawinan (EV 13).



  1. Sikap dan Ajaran Gereja Mengenai Kontrasepsi

Gereja Katolik menolak atau melarang kontrasepsi. Kontrasepsi dilarang karena kontrasepsi, baik alat maupun metodenya, dibuat dengan mentalitas untuk menghilangkan peranan Allah dalam penciptaan manusia. Manusia tidak diciptakan semata-mata oleh hubungan suami istri, melainkan tercipta karena Allah. Tanpa campur tangan Allah, tidaklah mungkin sebuah kehidupan baru tercipta meskipun manusia berulangkali melakukan hubungan suami istri. Dalam tatanan ilahinya, Allah mengatur supaya proses penciptaanNya dikerjakan melalui peran manusia ciptaanNya dalam suatu “perkawinan” (yang telah Dia agungkan dengan menjadikan perkawinan sebuah sakramen). Dengan kontrasepsi, manusia secara sengaja memilih untuk menggunakan alat atau metode kontraseptif yang mencegah terjadinya penciptaan. Ini berarti menolak ajakan Allah untuk turut serta dalam karya penciptaanNya dan menolak tatanan Ilahi yang dibuat Allah. Suatu perbuatan yang sungguh jahat.

Sesuai kehendak Allah, perkawinan mempunyai tiga tujuan yang saling berkaitan,yaitu kesejahteraan suami istri, prokreasi, dan pendidikan anak. Dalam KHK Kanon 1055 par.1 diungkapkan “Perjanjian (foedus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri (bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen”. Rumusan dalam KHK 1983 ini berbeda dengan yang terdapat dalam KHK 1917 kan 1013 par. 1 yang berbunyi, “Tujuan primer perkawinan adalah prokreasi dan pendidikan anak, sekunder adalah saling membantu dan penyaluran nafsu”. Dalam KHK 1917, memang disebutkan adanya subordinasi tujuan perkawinan. Dengan hilangnya subordinasi tujuan perkawinan ini, membawa dampak dalam teologi moral, khususnya dengan problem pembatasan kelahiran. Dengan rumusan kondeks lama, kiranya sangat sulitlah membenarkan praktik pembatasan jumlah anak, karena prokreasi menjadi tujuan utama perkawinan. Sedangkan dalam rumusan kodeks baru, denagn menekankan tujuan perkawinan pada kesejahteraan suami istri, memberi kemungkinan pembatasan anak sejauh cintakasih suami istri memang menuntut hal itu. Walaupun begitu, perkawinan harus tetap terbuka pada kelahiran anak20.

Aspek prokreasi dan penyatuan pada kodratnya memang diciptakan Allah untuk saling berkaitan dan tak terpisahkan. Kedekatan, keintiman dan kenikmatan yang merupakan anugerah Allah bagi suami-istri dalam melakukan hubungan intim menciptakan suatu kondisi yang ideal bagi penerusan keturunan dan pemeliharaan keturunan. Dalam pernikahan, cinta mereka menjadi semakin nyata dan intim dalam hubungan seksual yang menyatukan mereka menjadi satu daging (Kej 2:24). Dari situ lahirlah buah cinta mereka yang memang merupakan “buah” dari “cinta” mereka. Sang buah cinta kemudian akan dibesarkan dalam suasana cinta suami-istri, suatu suasana yang sempurna untuk perkembangan dan jiwa sang anak dimana nanti bila dia dewasa dia juga akan meneruskan daur cinta ini ketika dia menemui pasangannya sendiri.

Bersamaan dengan pelarangan keras atas mentalitas kontrasepsi, Gereja juga sadar akan saat-saat dimana kehamilan sebaiknya ditunda karena kondisi yang tidak memungkinkan (ie: perang, wabah penyakit, wabah kelaparan, suami/istri sakit parah etc). Paus Paulus VI mengatakan:


Dalam hubungan dengan kondisi fisik, ekonomi, psikologi dan sosial, peran ke-orang-tua-an yang bertanggungjawab dilaksanakan, baik oleh keputusan sengaja dan dermawan untuk membesarkan keluarga yang besar, atau oleh keputusan, yang dibuat atas motif yang serius dan dengan menghormati hukum moral, untuk menunda sementara waktu, atau untuk satu waktu yang tak ditetapkan, sebuah kelahiran baru.” (Humanae Vitae, Par.10)


Bila memang ada “alasan yang serius” maka metode yang dianjurkan Gereja karena tidak melawan hukum moral adalah KB Alami (KBA). Pada saat ini banyak sekali kebingungan diantara umat Katolik, terutama pasangan suami-istri atau calon pasangan suami-istri, akan perbedaan antara KBA dan kontrasepsi. Seringkali mereka, atas berbagai alasan, memandang bahwa KBA sama saja dengan kontrasepsi sehingga mereka merasa tidak berdosa karena menggunakan pil-pil KB, KB suntik, kondom, melakukan vasektomi, melakukan sterilisasi atau praktek kontrasepsi lainnya.

Untuk mengerti perbedaan antara KBA dan kontrasepsi perlu diketahui satu prinsip dalam teologi moral Katolik. Menurut teologi moral, suatu tindakan menjadi tidak bertentangan dengan moral bila tindakan itu didasari “niat” yang bermoral dan dilakukan dengan “cara” yang bermoral. Kontrasepsi pada dasarnya diciptakan dengan maksud untuk menghalangi terciptanya kehidupan baru. Karena itu pemakaian kontrasepsi sendiri adalah suatu “cara” yang jahat. Jadi, sekalipun suami-istri mempunyai “niat” yang baik untuk menunda kehamilan yang didasarkan atas “motif yang serius” (sesuai amanah Paus Paulus VI), namun bila mereka menggunakan “cara” yang jahat (ie. kontrasepsi) maka tindakan mereka berlawanan dengan moral. Metode KBA tidak dibuat dengan niatan untuk menghalangi terciptanya kehidupan baru. Metode KBA dijalankan sesuai dengan kodrat manusia yang dirancang Alah sendiri. Allah memang tidak memberikan perintah absolut bagi manusia untuk selalu berketurunan dalam kondisi apapun.

Metode KBA bekerja dengan menghormati rancangan ilahi Allah yang memberikan masa tidak subur bagi wanita. Sesuai kodratnya wanita mengalami masa tidak subur dan menopause. Ini adalah rancangan Allah untuk kodrat manusia yang menunjukkan bahwa manusia memang tidak dirancang untuk selalu berketurunan21. Allah sendiri ketika memerintahkan manusia untuk “beranak cucu dan bertambah banyak” melanjutkan dengan menambahkan “penuhilah Bumi” (Kejadian 1:28). Ini seakan-akan mengatakan bahwa setelah Bumi penuh maka tidaklah dosa untuk berhenti berketurunan meskipun masih tidak boleh memiliki mentalitas kontrasepsi22.

Metode-metode alamiah mencakup tindakan perkawinan, yang di satu pihak tidak menghasilkan kehidupan baru/kelahiran baru, dan di lain pihak secara intrinsik masih terarah kepada kehidupan. Sikap hormat dalam pelayanan kepada pengadaan keturunan yang bertanggunjawab dan kehidupan inilah yang menghalalkan penggunaan metode-metode alamiah pengaturan kelahiran23.

Gereja menghargai kodrat manusia. Atas alasan-alasan yang serius, orang boleh saja memanfaatkan pengetahuannya tentang kesuburan wanita dan mencegah penggunaan hubungan suami istri di masa-masa subur untuk mencegah terjadinya kehamilan24. Penghormatan KBA terhadap kodrat manusia yang dirancang Allah bisa dibandingkan dengan kewajiban mendasar manusia untuk memelihara nyawa. Meskipun manusia wajib memelihara nyawanya dan tidak menghilangkannya dengan sia-sia lewat bunuh diri atau euthanasia, manusia juga tidak diwajibkan Allah untuk memelihara nyawa dengan cara apapun. Karena itu upaya untuk menghindari kematian yang wajar dengan metode medis yang tidak manusiawi dan membebani merupakan sesuatu yang harus dihindarkan. Begitu juga dengan penerusan keturunan, ada saat-saat dimana kehamilan bisa ditunda atas “motif yang serius.” Dan memang menurut rancangan Allah sendiri, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, manusia memang tidak selalu mampu berketurunan (masa tidak subur dan menopause). Penundaan kehamilan atas “motif yang serius” memungkinkan manusia untuk bekerja dalam tatanan kodrat manusia tersebut dengan memanfaatkan masa tidak subur wanita.

Bagaimanapun patut ditekankan bahwa KBA bisa digunakan dengan mentalitas kontraseptif. Bila ini dilakukan maka penggunaan KBA sekalipun merupakan dosa besar. Satu pasangan suami-istri yang hidup sejahtera dan mampu untuk memelihara 3-4 anak tapi memilih untuk menggunakan KBA dan memilih untuk hanya mempunyai 2 anak dengan alasan agar bisa hidup berkecukupan, telah melakukan dosa besar. JIka dilakukan dengan benar, KBA tidak melanggar rancangan Allah sehingga kasih karuniaNya bagi cinta sejati suami-istri beserta anak-anak mereka yang merupakan berkah dari Allah akan semakin menguduskan keluarga suci tersebut.


  1. Pandangan Gereja Katolik Indonesia.

Gereja Indonesia mencoba menjawab kebingungan umat berkaitan dengan program KB dan ajaran iman Katolik. Pada tahun 1968, Majelis Wali Gereja Indonesia mengemukakan suatu pandangan Pastoral tentang Keluarga Berencana. Gereja Mengungkapkan bahwa tanggung jawab sepenuhnya diserahkan kepada suami istri, untuk mengatur kelahiran dan jarak waktu kelahiran anak. Mengingat kesehatan, tata ekonomi rumah tangga, mengingat unsur sosial dan soal rasa hati dan jiwa yang amat peka, Ensiklik menyatakan, n 10): orangtua dapat mengambil keputusan yang telah masak dipertimbangkan secara tulus ikhlas, mau memelihara keluarga besar atai juga karena alasan-alasan yang berat, tetapi dengan tetap penuh hormat mentaati hukum moral, mau menghindarkan kelahiran baru untuk sementara waktu, atau untuk waktu yang tak ditentukan lamanya.

Gereja menyadari bahwa ada suami istri yang bingung karena merasa dari satu pihak harus mengatur kelahiran, tetapi dari lain pihak tidak dapat melaksanakannya dengan cara pantang mutlak atau pantang berkala. Dalam keadaan demikian, mereka bertindak secara bertanggungjawab dan karena itu tidak perlu merasa berdosa, apabila mereka mempergunakan cara lain, asal cara itu tidak merendahkan martabat istri atau suami, tidak bertentangan dengan hidup manusiawi dan dapat dipertanggungjawabkan secara medis. Gereja menentang tegas segala bentuk pengguguran dan pemandulan tetap.

Gereja menghargai dan menyadari bahwa para tenaga medis langsung terlibat dalam persoalan yang dihadapi suami istri tersebut. Mereka dan lembaga-lembaga medis Katolik tidak bertindak salah kalau dengan penuh tanggung jawab menasehati dan melayani suami –sitri, biilamana mereka mau mencegah kehamilan baru dengan menggunakan metode berbeda dengan pantang mutlak atau pantang berkala. Gereja mengharapkan mereka tetap harus menyadari bahwa abortus pro vocatus apapun dan sterilisasi tetap dengan tujuan mencegah kehamilan saja, harus ditolak dengan tegas.

Gereja mengharapkan para imam supaya memberi bimbingan kepada seluruh umat, khususnya kepada suamis-istri yang minta keterangan dari mereka dan kepada para tenaga medis setempat, sesuai dengan apa yang diyakini oleh Gereja Gereja meminta agar para imam cukup toleran untuk tidak menyalahkan mereka yang merasa wajib menggunakan pantang mutlak atau pantang berkala atau mereka yang merasa wajib menggunakan cara lain.


  1. Refleksi Pribadi

Gereja Katolik mempunyai program yang lebih dari Keluarga Berencana, yaitu Keluarga Bertanggungjawab (responsible parenthood). Tuhan memberi manusia diberi akal budi dan kehendak bebas agar manusia dapat bertindak seturut martabatnya dengan penuh tanggung jawab. Manusia diberi kemampuan untuk memilih dari beberapa kemungkinan pilihan yang tersedia dan juga pilihan untuk berbuat atau malah sama sekali tidak berbuat. Agar pilihannya bebas, manusia diberi kemampuan akal budi untuk mempunyai pengetahuan. Dia diberi akal budi untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Manusia mempunyai kemampuan afektifi (cinta kasih). Manusia tidak hanya mempunyai akal budi, tetapi juga hati sehingga perbuatan-perbuatannya merupakan hasil pengolahan cinta kepada sesama dan cinta kepada diri. Cinta kasih inilah perwujudan yang paling mendalam dan mendasar sekaligus paling tinggi dari sudut perbuatan manusia. Perbuatan menjadi ungkapan diri yang penuh kasih sekaligus ungkapan diri dalam kasih.

Keputusan membentuk keluarga merupakan keputusan yang berdasar kasih, keputusan yang direncanakan dalam kebebasan yang bijaksana, dan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan dan sesama manusia. Kalau manusia ingin bertindak menurut harkat dan martabatnya, ia bertindak bukan hanya berdasarkan insting semata atau bertindak berdasarkan pikiran sesaat, tetapi ia harus merenungkan dan merencanakan perbuatannya sedemikian rupa sehingga dapat dipertanggungjawabkan sesuai akal sehat dan sesuai dengan norma-norma yang diyakini.

Gereja memandang keluarga sebagai dasar paling terhormat dan syah adanya manusia atau kehidupan baru. Keluarga menjadi semakin bermakna jika pasangan suami istri berhubugan langsung dengan hidup manusia baru, baik di dalam permulaan, maupun dalam menindaklanjuti kehidupan yang sudah ada. Keluarga yang bertanggungjawab tidak berarti identik dengan pembatasan kelahiran, tetapi kelahiran baru dalam suatu keluarga hendaknya direncanakan sesuai dengan situasi, keadaan, dan kemampuan keluarga tersebut. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan fisik, psikis, kesehatan, afektif, pendidikan, dan sebagainya. Kemampuan ekonomi bukan menjadi satu-satunya pertimbangan untuk merencanakan jumlah dan waktu kelahiran.

Pertimbangannya adalah bagaimana suami istri mampu mempertanggungjawabkan anak-anak yeng dilahirkannya sehingga anak-anak mendapat apa yang menjadi haknya, yaitu pendidikan, kesehatan, makanan, cinta kasih, situasi yang mendukung perkembangan jiwa dan raganya, dan sebagainya. Di satu sisi, tindakan-tindakan yang dipilih jangan sampai terjerumus ke ekstrim egoisme. Keputusan membatasi kelahiran bukan karena ketidakinginan diganggu oleh anak-anak. Dengan kata lain, pasangan suami istri tidak ingin mempunyai anak karena tidak dibatasi kebebasan dan ruang geraknya oleh kehadiran anak-anak tersebut.

Gereja Katolik memandang perkawinan itu suci dan sakral. Hubungan seks itu adalah hal yang suci karena melalui hal itu, Allah memperkenankan manusia ambil bagian dalam karya penciptaan baru. Ini luar biasa. Manusia ikut mencipta yang sebenarnya hanya karya Allah dan bukan malah memahaminya sebagai ajang senang-senang. Mental inilah yang ditentang oleh Gereja Katolik. Ketika suami istri melakukan hubungan seks, itu berarti dia mengatakan siap menjadi rekan Allah dalam suatu penciptaan kehidupan baru. Menjadi rekan Allah dalam suatu penciptaan, ini adalah tugas penting yang suci, ini bukan main-main atau senang-senang.

Jika suami-istri menolak dengan sengaja kemungkinan memiliki anak dalam proses hubungan seksual, itu berarti dia telah menyingkirkan Allah dalam hidupnya, dan telah menolak untuk menjadi rekan kerja Allah dalam penciptaan kehidupan baru.


  1. Penutup

Seiring perkembangan zaman, Gereja selalu mengusahakan sikap dialog dalam keterbukaan sekaligus keterbukaan untuk berdialog. Ajaran iman Gereja senantiasa dikomunikasikan kepada umatnya sehingga menjadi pedoman dasar dalam mengambil setiap keputusan-keputusan dalam peziarahan hidup imannya. Ada keterbukaan, dialog, sekaligus ketegangan dalam Gereja ketika menghadapi berbagai perkembangan yang ada dalam kehidupan manusia.

Gereja selalu mengambil sikap membela harkat dan martabat manusia sejak dia ada. Keputusan ini menjadi prinsip dasar moral Gereja dalam menghadapi berbagai perkembangan yang ada. Dalam pewartaannya, Gereja mengajak setiap umat manusia agar saling menghargai dirinya, sesamanya sebagai citra dan karya Allah. Sebagai mahluk yang luhur, setiap manusia diajak untuk memperlakukan dirinya dan sesamanya sebagai mahluk yang luhur dan tidak meracuni dengan keputusan-keputusan manusiawi yang egoistis.


Daftar Pustaka

BKKBN

1990. Tanya Jawab Reproduksi. Jakarta: Mitra Mandiri.

1992 Informasi Aspek Medis Alat Kontrasepsi LIngkaran Emas. Jakarta: BKKBN


Cook, Rebecca J.

1994. Women’s Health and Human Rights. The Protection of Women’s Health Through International Human Rights Law. Geneva: WHO.


Crooks, Robert dan Baur, Karla.

2002 Our Sexuality. Wadsworth: Pacific Grove.


Delyuzar, S.Z. Manik dan E. Mulatsih.

2000. Pendidikan Kesehatan Reproduksi, Gender dan Hak-hak Perempuan – Panduan bagi siswa SMU/SMK. Medan: Pusat Kajian dan Perlindungan Anak bekerjasama dengan Ausaid,


DokPen KWI.

1996 Piagam bagi Pelayana Kesehatan. Jakarta: DokPen KWI.


Hadiwardoyo, Purwa, Al.

1988 Perkawinan dalam Tradisi Katolik. Yogyakarta: Kanisius.

2007 Keluarga Katolik Memahami Hukum Gereja. Semarang: Komisi Pendampingan Keluaga KAS.

2007 Suami Istri Katolik Memahami Panggilan dan Perutusannya. Semarang: Komisi Pendampingan Keluarga KAS.


Kusmaryanto, CB, SCY

2002. Kontoversi Aborsi. Jakarta: Gramedia.

2004. Aborsi. Sebuah Diktat Kuliah. Yogyakarta: FTW.

2005. Tolak Aborsi. Yogyakarta: Kanisius.


Liehung Andre

2007. Perkawinana Menurut Kehendak Allah. Semarang: Komisi Pendampingan Keluarga KAS.


Paulus, Yohanes II.

1992 “Amanat kepada para peserta kursus bagi guru-guru tentang metode-metode alamiah” tgl 10 Januari 1992 dalam OSS Rom, tgl 11 januari 1992.


Rubiyatmoko. R.

2001 Hukum Perkawinan Kanonik. Sebuah Panduan Kuliah. Yogyakarta: FTW.


Tim Sahabat Remaja PKBI DIY.

2000. Tanya Jawab Seputar Seksual Remaja (Panduan untuk Tutor dan Penceramah) - Cetakan III.Kerjasama: PKBI, IPPF, BKKBN dan UNFPA. Yogyakarta:Lentera Sahaja PKBI DIY.


Yuliantoro D. (ed).

2000. 30 Tahun Cukup – Keluarga Berencana dan Hak Konsumen. Yogyakarta: Pustaka Sinar Harapan, PKBI Yogyakarta dan the Ford Foundation,


1 C. Kusmaryanto. Kontroversi Aborsi. Jakarta; Gramedia. 193.

2 Robert Crooks dan Karla Baur. Our Sexuality. Wadsworth: Pacific Grove. 2002. 292.

3 Misy adalah persenyawaan tembaga atau mungkin biji tembaga. Ini berasal dari Cyprus.

4 Orang-orang Proselit adalah orang-orang yang bukan Yahudi tetapi ingin diterima sebagai orang-orang Yahudi.

5 C. Kusmaryano. Aborsi. Sebuah Dikta Kuliaht. Yogyakarta: FTW. 2004. 35.

6 C. Kusmaryano. Aborsi. Sebuah Diktat Kuliah… 35-36

7 C. Kusmaryano. Aborsi. Sebuah Diktat Kuliah ... 36-37; BKKBN. Informasi Aspek Medis Alat Kontrasepsi LIngkaran Emas. Jakarta: BKKBN. 34-38.

8 C. Kusmaryano. Aborsi. Sebuah Diktat Kuliah... 37-38.

9 C. Kusmaryano. Aborsi. Sebuah Diktat Kuliah ... 38.

10 C. Kusmaryano. Aborsi. Sebuah Diktat Kuliah... 39; BKKBN. Informasi Aspek Medis Alat Kontrasepsi LIngkaran Emas. …38-39

11 C. Kusmaryano. Aborsi. Sebuah Diktat Kuliah…41; BKKBN. Informasi Aspek Medis Alat Kontrasepsi LIngkaran Emas. 15-25

12 BKKBN. Informasi Aspek Medis Alat Kontrasepsi LIngkaran Emas...26-29.

13 C. Kusmaryano. Aborsi. Sebuah Diktat Diktat... 40; BKKBN. Informasi Aspek Medis Alat Kontrasepsi Lingkaran Emas.. 29-34.

14 Robert Crooks dan Karla Baur. Our Sexuality. Wadsworh: Pacific Grove. 2002. 302.

15 C. Kusmaryano. Aborsi. Sebuah Diktat Kuliah ... 41; BKKBN. Informasi Aspek Medis Alat Kontrasepsi LIngkaran Emas. ..5-14

16 C. Kusmaryano. Aborsi. Sebuah Diktat Kuliah... 42-43.

17 Clement dari Alexandria Paedagogus 2.10.91.2

18 Thomas Aquinas. Sententiae 4.33.1.3

19 Paus Yohanes Paulus II. “Amanat kepada para peserta kursus bagi guru-guru tentang metode-metode alamiah” tgl 10 Januari 1992 dalam OSS Rom, tgl 11 januari 1992. 3.

20 R. Rubiyatmoko. Hukum Perkawinan Kanonik. Sebuah Panduan Kuliah. Yogyakarta: FTW. 2001. 4.

21 Paus Yohanes Paulus II. “Amanat kepada para peserta kursus bagi guru-guru tentang metode-metode alamiah” tgl 10 Januari 1992 dalam OSS Rom, tgl 11 januari 1992. 3.

22 Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa estimasi jumlah penduduk dunia saat ini adalah 6,500,000,000 orang. Luas daratan Indonesia sendiri adalah kurang lebih 1,826,440,000,000m2. Jadi bila seluruh penduduk dunia ditempatkan di Indonesia maka setiap orang, termasuk bayi, akan mendapat tanah seluas 281m2! Dengan perkiraan kasar tersebut maka pendapat bahwa Bumi sudah kepenuhan penduduk dan jumlahnya harus dikurangi adalah suatu keputusan yang kurang bijaksana.

23 Paus Paulus VI. “Ensiklik Humanae Vitae art. 11 dan 16.

24 DokPen KWI. PIagam bagi Pelayana Kesehatan. Jakarta: DokPen KWI. 1996. 33