Minggu, 09 November 2008
WAKTU SILATURAHMI
Berapa menitkah waktu luang yang tersedia bagi Anda setiap harinya? Sungguh sayang apabila waktu luang kita berlalu begitu saja. Alangkah bermaknanya hidup kita apabila setiap waktu luang dapat kita manfaatkan untuk mengembangkan diri. Dengan demikian kita akan menjadi semakin berkembang. Allah sendiri menginginkan kita menjadi baik dan ideal seperti halnya para penatua yang bijaksana, beriman, sanggup menasehati orang dan benar (bdk.Titus 1:6-9). Dengan demikian waktu luang kita menjadi amat berharga dan tidak berlalu begitu saja.Beberapa teman sejawat saya mengisi waktu luang di antara jam mengajar dengan bermacam-macam cara. Ada yang merapikan ruangan kerjanya. Sebuah rutinitasnya yang akhirnya diikuti oleh semua orang. Akibatnya ruang kerja senantiasa rapi dan bersih. Ada pula yang mengisi waktu luang dengan membaca buku dan majalah untuk menambah pengetahuan dan informasi. Yang lain bersosialisasi dengan teman sekerja, ada pula yang membalas email melalui media internet yang disediakan sekolah.Ada satu teman yang mengisi waktu luang secara unik melalui brain-storming ide. Ia mengasah otak, membaharui ide-ide spontan yang lebih segar. Maka kita akan heran dan terkesan dengan ide-ide yang muncul. Ide-ide itu ditulis dan diakumulasi hingga menjadi kumpulan ide cemerlang yang siap diwujudkan.Waktu luang juga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki hubungan yang renggang. Istilah trend-nya adalah silaturahmi. Banyak keluarga yang bersilaturahmi sekedar untuk mempererat hubungan batin antara keluarga. Batin yang erat inilah yang menjadi modal toleransi saat menghadapi konflik. Saat terjadi salah paham di antara dua keluarga, semuanya akan mudah mengampuni karena satu hati dan saling mengerti.Silaturahmi menjadi budaya "kedekatan manusiawi" yang hingga kini tidak dapat tergantikan oleh media komunikasi apa pun. Di sinilah kehangatan insani terpenuhi. Anda sulit mengampuni? Mungkin saja karena belum ada hati yang saling mengerti. Maka isilah waktu luang anda dengan bersilaturahmi sehingga tidak ada lagi saling emosi dan iri hati. Semua menjadi rendah hati dan bisa terus-menerus mengampuni.
Jumat, 07 November 2008
Hidup itu mengenangkan
Sahabat-sahabatku, "Hidupitu intinya mengenangkan" . Mengenangkan (anamnesis) sebenarnya tidaksekedar bernostalgia dan melamun akan peristiwa yang indah saja,melainkan lebih dari itu, mengenangkan itu tidak lain sebuah jerihpayah untuk menjadi "TANDA" agar KENANGAN INDAH itupun menjadiKENYATAAN sekarang ini dalam SUASANA, WAJAH, & PELAKU yang baru.Namun intinya sama sepanjang hidup, yakni "CINTA & KASIH"."Cintadan kasih' siapakah yang dikenangkan? Tidak lain dan bukan adalah Cintadan Kasih Tuhan. Begitu muluk-muluk kah kenangan terindah itu? Bisajadi orang merasa muluk-muluk! Tapi persis itulah sebuah kenyataan yangkontradiktif, kerap kali kita kurang mengakui kebenaran bahwa KITADICINTAI TUHAN TANPA SYARAT! Kebenaran itu sulit diakui oleh manusia,dan bahkan ditertawakan, "Benarkah Tuhan mencintai kita tanpa syarat?" Kesulitankita mengakui kebenaran itu tumbuh subur dalam keyakinan kita karenakita terbiasa dihargai orang lain kalau kita sukses dalam studi, sudahlulus S-1 Inggris, S-2 Psikologi, lulus S-3 Kimia, sudah jadi dokter,jadi Finance Manager, jadi pastor dan seterusnya. Namun bagaimanakahpenghargaan kita terhadap orang cacat, orang miskin, orangpengangguran, orang buta huruf, tidak berprestasi di masyarakat maupunlembaga formal. Lihatlah saja kalau hari hari besar, kebanyakan orangmudik akan saling bercerita dan bertanya, "Wah gimana anak-anakmusekarang, suamimu dan isterimu?" Jawabannya pasti saling "berlomba"untuk menunjukkan "prestasi". "Anakku sekarang sudah jadi Direktur BankSwasta di Jakarta! Anakku sekarang punya pacar artis, lho!! Anakkusudah lulus S-2 Psikologi dengan nilai cum laude; calon menantuku nihngperempuan, ya orang Sunda, tapi aduuh pinter pisan ngatur keuangan,sampai dipercaya bossnya jadi pemegang kas perusahaan pipa di Batam!Ehm kalau calon menantuku yang pria nih, lulusan S-2 jurusanpertambangan, pulangnya suka 1 bulan sekali! " Wah seru pokoknya,mereka saling berebut cerita dan merasa harga diri orang tua merasaterangkat (Entah terangkat berapa meter?)Namun,di antara mereka juga ada orang yang "diam" tidak ikut "bersaing danberlomba menceritakan prestasi anak-anaknya? Mengapa? Ternyataanak-anak mereka kurang berhasil,bahkan ada yang cacat ganda, ada yanggagal ujian, ada yang bandhel, ada juga yang jadi preman kampung sampaimemalukan keluarga, dst".Begitulahdunia, memberikan penghargaan atas dasar "prestasi yang kelihatan".Lalu mereka akan bilang, "Wah bener bener jadi ORANG,yaaa!! ! Begitulah"namanya ORANG" itu adalah mereka yang berpretasi dan mengangkat hargadiri orang tua. (Lhoh...memangnya kalau tidak berprestasi itu BUKAN ORANG, yaaaaa? Iya kaleeeee.... terus apa dong? Monyeeet?)Jadi orang dihargai karena "penampilan fisik, gelar, status, jabatan!"Pertanyaannya adalah apakah Tuhan itu menghargai manusia karena kitaberprestasi, bergelar, berstatus dan memiliki jabatan yang menggiurkan? "Sahabat-Sahabatku, Martabatdan harga diri kita di mata Tuhan TIDAK TERLETAK pada prestasi,penampilan, dan kekayaan serta status yang kita miliki! Namun, martabatkita itu tidak lain adalah ANAK ALLAH. Tuhan memilih kita menjadianak-Nya karena kita telah berdosa akibat dosa asal manusia pertamaAdam dan Hawa. Kita dicintai karena Tuhan tidak rela diri kitaterbelenggu oleh kuasa dosa. Tuhan tidak rela kita menjadi hamba dosa!Maka kejatuhan manusia ke dalam dosa telah menjadi keprihatinan Tuhanyang mendalam, juga sampai sekarang ini! Itulah Tuhan yang maharahim.Sebagaimana rahim seorang ibu itu selalu memberi makan kepada janinyang dikandungnya tanpa syarat, demikianlah juga, Tuhan mengandung kitayang berdosa, agar kita tetap memiliki kesempatan untuk berubah menjadimakin sempurna! Tuhan yang maharahim itu adalah Tuhan yang bergembirakalau anaknya bertobat. Pertobatan itu bukan dibuat karena orang takutakan hukuman Tuhan, melainkan buatlah karena Tuhan bangga akan anak-Nyayang mau berubah!Sahabat-sahabatku, Tuhanyang berbahagia kaerna kita bertobat, Dialah juga yang memberikebebasan, agar keputusan kita berubah itu sungguh tulus dan tidakterpaksa! Itulah cinta yang penuh resiko, karena manusia bisa sajamenolak dan tidak mau taat kepada-Nya. Namun juga, karena dibebaskan,manusia justru memilih sendiri untuk taat kepada-Nya tanpa syarat.Itulah kebebasan yang membuat kita menjadi diri sendiri. Itulah cintaTuhan yang pantas untuk dikenang!! Karena itu, cinta Tuhan itu dapatdikenang kalau kitapun mampu menjadi TANDA yang hidup dari CINTA TUHANYANG MEMBEBASKAN. Konkretnya bagaimana?Konkretnyamenjadi Tanda Cinta Tuhan itu tidak sulit! Mudah kalau kita mau!Cobalah selalu belajar "menawarkan" dalam segala hal, kepada pasanganhidup, kepada teman serumah, kepada anak-anak yang sudah remaja.Misalnya, "Mas, apa yang bisa saya bantu?" Pertanyaan itu membuat orang"terbuka untuk meminta tolong, tapi juga terbuka untuk memberipertolongan tanpa terpaksa, dan orang yang ditolong juga tidak merasaada pamrih! Pertanyaan itu khas kayaknya untuk karyawan "CustomerService", tapi bukankah model pertanyaan itu juga bisa menjadi"kebiasaan kita setiap hari?" MenjadiTanda itu juga dapat mulai mengubah paradigma kita tentang orangcacat, miskin dan tidak berprestasi, dari paradigma "meremehkan"menjadi "mengistimewakan" . Artinya, orang-orang yang dianggap takberdaya itu justru sebenarnya mesti diyakini memiliki "kekuatan untuk dicintai". Karena itulahsituasi keterbatasannya membuka kesempatan untuk "diperhatikan,dirawat, dan dibantu dalam berbagai macam hal". Dalam kerapuhan dankelemahannya mereka "mengundang kita untuk terlibat dalam hidupnya".Kalau cara pandang kita seperti itu, akan banyak orang yang dapat kitaperhatikan. Itulah saat saat penuh rahmat Tuhan untuk melihat wajah-Nyadalam diri orang yang disingkirkan dunia karena tidak berprestasi.Moga moga hari ini makin banyak orang mau menjadi TANDA yang hidup, agar CINTA TUHAN menjadi kenyataan!
Jumat, 31 Oktober 2008
Kamera
Kuangkat kameraku dan kujepret sebuah pemandangan. Aku sangat yakin
bahwa yang aku jepret hari kemarin adalah pot bunga yang indah itu.
Beberapa kuntum anggrek sedang memancarkan kelembutannya dan aku
ingin mengabadikan memori manis dan indah ini. Namun hari ini ketika
mengambil hasilnya dari toko cetak photo itu ternyata apa yang
kuperoleh amatlah berbeda. Pot bunga itu nampak amat kabur.
Keindahan anggrek cuma nampak samar-samar. Sementara obyek lain yang
berada jauh di belakang pot itu justru amat jelas kelihatan tanpa
catat dan cela.
Aku kecewa....!!! Mengapa setiap kali aku membidik sebuah obyek
selalu saja nampak kabur??? Mengapa hasil jepretan tangan orang lain
selalu nampak indah mempesona?? Aku bertanya diri. Ketika aku sekali
lagi memperhatikan kameraku, aku menjadi sadar. Ternyata aku yang
amatir ini belum mahir mengontrol fokus kameraku. Bukan gerakan
tangan saat menjepret, bukan posisi berdiri, jongkok atau duduk yang
mempengaruhi hasil sebuah bidikan, walau itu kadang juga penting.
Tapi fokus kameralah yang amat menentukan. Aku masih harus belajar
lagi....
Sebuah cakrawala baru kini terkuak lebar di depanku, saat aku
memperhatikan photo-photo itu. Ternyata hidupku juga bagai menjepret
sebuah pemandangan yang menuntut ketrampilan mengatur fokus. ¡§Aku
harus belajar lagi dan lagi untuk menentukan fokus kamera hidupku
setiap hari.¡¨ Aku berbisik pada diriku.
bahwa yang aku jepret hari kemarin adalah pot bunga yang indah itu.
Beberapa kuntum anggrek sedang memancarkan kelembutannya dan aku
ingin mengabadikan memori manis dan indah ini. Namun hari ini ketika
mengambil hasilnya dari toko cetak photo itu ternyata apa yang
kuperoleh amatlah berbeda. Pot bunga itu nampak amat kabur.
Keindahan anggrek cuma nampak samar-samar. Sementara obyek lain yang
berada jauh di belakang pot itu justru amat jelas kelihatan tanpa
catat dan cela.
Aku kecewa....!!! Mengapa setiap kali aku membidik sebuah obyek
selalu saja nampak kabur??? Mengapa hasil jepretan tangan orang lain
selalu nampak indah mempesona?? Aku bertanya diri. Ketika aku sekali
lagi memperhatikan kameraku, aku menjadi sadar. Ternyata aku yang
amatir ini belum mahir mengontrol fokus kameraku. Bukan gerakan
tangan saat menjepret, bukan posisi berdiri, jongkok atau duduk yang
mempengaruhi hasil sebuah bidikan, walau itu kadang juga penting.
Tapi fokus kameralah yang amat menentukan. Aku masih harus belajar
lagi....
Sebuah cakrawala baru kini terkuak lebar di depanku, saat aku
memperhatikan photo-photo itu. Ternyata hidupku juga bagai menjepret
sebuah pemandangan yang menuntut ketrampilan mengatur fokus. ¡§Aku
harus belajar lagi dan lagi untuk menentukan fokus kamera hidupku
setiap hari.¡¨ Aku berbisik pada diriku.
Terima Kasih Papa
Daun-daun mulai kering. Beberapa rumput liar tumbuh menembus daun-daun yang mulai busuk. Entah telah berapa lama, dia tak pernah tersentuh oleh tangan. Satu Minggu, satu bulan, satu tahun... entah, aku sudah lupa. Dengan kekuatannya yang mulai pudar, pohon tua itu memberi keteduhan bagi orang yang ingin berlama-lama di sini.
Kuhirup nafas dalam-dalam seakan-akan ingin kuganti semua kepenatan yang ada dalam diriku ini. Telah sekian lama ini, aku hidup dalam kepura-puraan. Berpura-pura menjadi pribadi yang tegar, kuat, sabar... padahal... aku merasa semakin hari semakin merasa putus asa. Aku seperti berjalan dalam kegelapan tanpa setitik lentera penunjuk arah. Aku berjalan tertatih-tatih dengan beban semakin berat kurasakan.
Kucabut rumput-rumput kecil yang tumbuh di atasmu. Kusingkirkan daun-daun yang mengotorimu. Tak kupedulikan lagi tanganku yang mulai kotor. Kuseka keringat di wajahku. Ingin kuberteriak membangunkanmu, tapi....
Kutengadahkan wajahku berusaha mengusir butiran air mata yang mulai menetes di pipiku.
“Papa... berat bagiku mengatakan hal ini. Sebenarnya aku tak rela, tapi...sekarang, aku harus mengucapkannya. Selamat jalan Papa.
Kedengarannya, sangat aneh mengucapkan hal ini karena kutahu papa telah lama pergi. Lebih dari 2 tahun, tepatnya 2 tahun 2 bulan pada hari ini. Namun... aku belum pernah mempunyai kesempatan mengucapkan selamat jalan kepada papa. Waktu itu, aku sedang menikmati kebersamaan bersama papa, memahami kerja papa yang baru, namun papa pergi dan tak kembali lagi.... Semua terjadi tiba-tiba.
Aku betul-betul marah kepada papa karena meninggalkanku. Aku tak rela papa meninggalkanku sendirian. Aku benci menghadiri pemakaman papa. Papa tidak pernah tahu betapa hebat aku menangis setelah itu, sendirian. Aku tidak dapat membiarkan orang lain melihatku menangis karena aku harus kuat seperti papa.
Papa janji mau mengajari Evelyn main gitar, tapi... papa baru sempat mengajarinya beberapa kunci. Janji mengajak Evelyn naik gunung Gedhe? Bahkan papa belum sempat mengajariku mengendarai mobil, padahal papa mengatakan harus segera bisa supaya kalau pergi bareng-bareng, papa bisa istirahat dan gantian tidur di mobil.
Ingin kuceritakan Tius yang berulang kali kulihat mencari perhatianku. Entah berapa kali dia menawarkan untuk main ke rumahnya. Entah berapa kali dia mengajak aku dan Evelyn untuk rekreasi ke puncak di akhir pekan. Dan selama ini aku bisa menolak permintaannya dengan halus. Teman-teman guru malah menggoda aku. Mereka mengatakan bahwa Tius itu naksir dan mencintaiku. Pasti papa akan tertawa dan menggoda aku juga.
Papa..... aku tak yakin, apakah papa telah betul-betul mengenal, Evelyin, putrimu sendiri. Ada saat-saat di mana aku merasa membenci papa ketika aku tidak tau harus bersikap bagaimana terhadap anak kita itu. Dia mulai beranjak dewasa dan kadangkala aku aku mengalami kebingungan bersikak padanya. Rasanya ingin marah, tetapi....
Ada saat aku sungguh merindukan papa untuk duduk di sampingku dan mendengarkan apa yang ingin aku ceritakan. Murid-muridku, teman-teman guru... dan papa harus tau, Evelyn anak kita telah beranjak besar. Kau masih ingat ulangtahunnya kan? Bulan depan, tanggal 13 dia genap 17 tahun. Apakah kau setuju jika dia kita belikan motor baru sebagai hadiah ulang tahun? Atau boleh tidak dia membuat SIM untuk mobil karena dia kadangkala merengek minta dibuatkan SIM. Aku memang pernah menjanjikan kalau sudah berumur 17 tahun, tapi aku juga kuatir karena dia itu cewek, tetapi agak tomboy dan seringkali suka menantang bahaya. Kalau dia kuberi kesempatan mengendari mobil, misalnya ketika pulang dari puncak.... aduh... jalannya seperti setan. Cepat sekali dan suka zig-zag. Persis seperti kamu kalau naik mobil.
Aku juga ingin cerita soal Filo, temen cowoknya yang beberapa waktu ini menjadi obrolan aku dan Evelyn. Atau mengenai Anna, teman dekatnya yang katanya juga mencintai Filo. Aku ingin ngobrol berdua di kursi ayunan depan rumah, makan malam di luar, entah bersama dengan Evelyn atau hanya kita berdua. Aku juga ingin kadangkala papa menemaniku jalan-jalan di mall.
Ada saat ketika aku hanya bisa menangis bersama Evelyn di kamar. Menangis. Tak sanggup melihat film Jersey Girl. Atau ketahuan Evelyn menangis sendirian sambil memandang cermin di kamar. Tidak jarang, aku hanya mampu tersipu malu atau berlagak marah ketika ketahuan Evelyn melamun di ayunan depan rumah yang menjadi tempat kita bersama menghabiskan kopi di sore hari sambil menyanyi bersama.
Tapi kutahu, sekaranglah saat untuk mengucapkan selamat jalan kepada papa dan membiarkan papa pergi. Sebenarnya Aku belum rela dan takut untuk melakukan hal itu, tapi aku harus melakukannya. Aku benci harus meninggalkan papa, tetapi aku harus. Terima kasih karena telah menjadi suamiku. Terima kasih telah mengisi kehidupanku dengan warna istimewamu. Kadangkala kusadari bahwa papa tidak sempurna, tapi papa memberikan Aku suatu permulaan yang baik dan aku akan terus mengingatnya. Aku akan melanjutkannya. Aku akan mengembangkannya.
Bukan berarti aku melupakan papa. Tidak. Tetapi belajar menerima dan terbuka bahwa papa telah tidak ada disampingku lagi. Aku harus belajar menjadi papa dan mama sekaligus untuk Evelyn. Aku harus belajar bahwa kalau terlalu mengenang papa, aku tidak akan bisa berkembang. Aku takut, ini juga akan mempengaruhi perkembangan Evelyn, anak kita jika kau terlalu sedih dan selalu teringat kamu.
Papa.... “
“Mama! Mama!”
Kuarahkan wajahku ke arah orang yang memanggil namaku. Kulihat Evelyn didepanku. Masih ada bekas aliran air mata di wajahnya. Sama dengan diriku.
“Ma?!”
Aku tersenyum sambil menyeka bekas air mata di pipiku.
“Yuk kita pulang. Nanti nenek kebingungan menunggu kita kelamaan. Perut juga sudah lapar. Besok kita kembali ke Bandung. “
Kugandeng tangannya dan kupandang pusara makam Filo, suamiku.
“Selamat tinggal, papa. Aku pulang dulu ke Bandung. Besok aku berkunjung kembali.”
Aku masih sangat mencintainya. Smoga aku dapat menempatkan cinta itu dengan benar. Aku pernah berkata kepadanya bahwa kalau bisa mengenal cara untuk mencintai, lima puluh persen adalah karena dia... Apalagi hadiah yang lebih besar yang bisa diberikan seseorang kepada orang lain selain belajar mencintai? Aku harus berterimakasih kepada seseorang yang telah meluangkan waktu agar Aku bisa memberikan dan meneruskan cinta itu kepada buah hati dari cinta kami berdua.
Memang papa telah pergi. Namun, aku tidak sendirian. Ada Evelyn yang menjadi penggantinya. Ketika aku sungguh rindu dan putus asa, Evelyn menjadi semangat untuk tetap hidup, untuk tetap tersenyum dan melihat bahwa semuanya baik-baik saja.
“Terima kasih Papa. Tuhan, berilah kedamaian untuk suamiku tercinta. Berilah aku kekuatan untuk menjalani hidup yang masih kaupercayakan kepadaku. Berilah kesabaran dan cinta yang semakin besar dalam mendampingi Evelyn, anak kami dan tuntunlah dia agar menjadi anak yang baik.”
Kuhirup nafas dalam-dalam seakan-akan ingin kuganti semua kepenatan yang ada dalam diriku ini. Telah sekian lama ini, aku hidup dalam kepura-puraan. Berpura-pura menjadi pribadi yang tegar, kuat, sabar... padahal... aku merasa semakin hari semakin merasa putus asa. Aku seperti berjalan dalam kegelapan tanpa setitik lentera penunjuk arah. Aku berjalan tertatih-tatih dengan beban semakin berat kurasakan.
Kucabut rumput-rumput kecil yang tumbuh di atasmu. Kusingkirkan daun-daun yang mengotorimu. Tak kupedulikan lagi tanganku yang mulai kotor. Kuseka keringat di wajahku. Ingin kuberteriak membangunkanmu, tapi....
Kutengadahkan wajahku berusaha mengusir butiran air mata yang mulai menetes di pipiku.
“Papa... berat bagiku mengatakan hal ini. Sebenarnya aku tak rela, tapi...sekarang, aku harus mengucapkannya. Selamat jalan Papa.
Kedengarannya, sangat aneh mengucapkan hal ini karena kutahu papa telah lama pergi. Lebih dari 2 tahun, tepatnya 2 tahun 2 bulan pada hari ini. Namun... aku belum pernah mempunyai kesempatan mengucapkan selamat jalan kepada papa. Waktu itu, aku sedang menikmati kebersamaan bersama papa, memahami kerja papa yang baru, namun papa pergi dan tak kembali lagi.... Semua terjadi tiba-tiba.
Aku betul-betul marah kepada papa karena meninggalkanku. Aku tak rela papa meninggalkanku sendirian. Aku benci menghadiri pemakaman papa. Papa tidak pernah tahu betapa hebat aku menangis setelah itu, sendirian. Aku tidak dapat membiarkan orang lain melihatku menangis karena aku harus kuat seperti papa.
Papa janji mau mengajari Evelyn main gitar, tapi... papa baru sempat mengajarinya beberapa kunci. Janji mengajak Evelyn naik gunung Gedhe? Bahkan papa belum sempat mengajariku mengendarai mobil, padahal papa mengatakan harus segera bisa supaya kalau pergi bareng-bareng, papa bisa istirahat dan gantian tidur di mobil.
Ingin kuceritakan Tius yang berulang kali kulihat mencari perhatianku. Entah berapa kali dia menawarkan untuk main ke rumahnya. Entah berapa kali dia mengajak aku dan Evelyn untuk rekreasi ke puncak di akhir pekan. Dan selama ini aku bisa menolak permintaannya dengan halus. Teman-teman guru malah menggoda aku. Mereka mengatakan bahwa Tius itu naksir dan mencintaiku. Pasti papa akan tertawa dan menggoda aku juga.
Papa..... aku tak yakin, apakah papa telah betul-betul mengenal, Evelyin, putrimu sendiri. Ada saat-saat di mana aku merasa membenci papa ketika aku tidak tau harus bersikap bagaimana terhadap anak kita itu. Dia mulai beranjak dewasa dan kadangkala aku aku mengalami kebingungan bersikak padanya. Rasanya ingin marah, tetapi....
Ada saat aku sungguh merindukan papa untuk duduk di sampingku dan mendengarkan apa yang ingin aku ceritakan. Murid-muridku, teman-teman guru... dan papa harus tau, Evelyn anak kita telah beranjak besar. Kau masih ingat ulangtahunnya kan? Bulan depan, tanggal 13 dia genap 17 tahun. Apakah kau setuju jika dia kita belikan motor baru sebagai hadiah ulang tahun? Atau boleh tidak dia membuat SIM untuk mobil karena dia kadangkala merengek minta dibuatkan SIM. Aku memang pernah menjanjikan kalau sudah berumur 17 tahun, tapi aku juga kuatir karena dia itu cewek, tetapi agak tomboy dan seringkali suka menantang bahaya. Kalau dia kuberi kesempatan mengendari mobil, misalnya ketika pulang dari puncak.... aduh... jalannya seperti setan. Cepat sekali dan suka zig-zag. Persis seperti kamu kalau naik mobil.
Aku juga ingin cerita soal Filo, temen cowoknya yang beberapa waktu ini menjadi obrolan aku dan Evelyn. Atau mengenai Anna, teman dekatnya yang katanya juga mencintai Filo. Aku ingin ngobrol berdua di kursi ayunan depan rumah, makan malam di luar, entah bersama dengan Evelyn atau hanya kita berdua. Aku juga ingin kadangkala papa menemaniku jalan-jalan di mall.
Ada saat ketika aku hanya bisa menangis bersama Evelyn di kamar. Menangis. Tak sanggup melihat film Jersey Girl. Atau ketahuan Evelyn menangis sendirian sambil memandang cermin di kamar. Tidak jarang, aku hanya mampu tersipu malu atau berlagak marah ketika ketahuan Evelyn melamun di ayunan depan rumah yang menjadi tempat kita bersama menghabiskan kopi di sore hari sambil menyanyi bersama.
Tapi kutahu, sekaranglah saat untuk mengucapkan selamat jalan kepada papa dan membiarkan papa pergi. Sebenarnya Aku belum rela dan takut untuk melakukan hal itu, tapi aku harus melakukannya. Aku benci harus meninggalkan papa, tetapi aku harus. Terima kasih karena telah menjadi suamiku. Terima kasih telah mengisi kehidupanku dengan warna istimewamu. Kadangkala kusadari bahwa papa tidak sempurna, tapi papa memberikan Aku suatu permulaan yang baik dan aku akan terus mengingatnya. Aku akan melanjutkannya. Aku akan mengembangkannya.
Bukan berarti aku melupakan papa. Tidak. Tetapi belajar menerima dan terbuka bahwa papa telah tidak ada disampingku lagi. Aku harus belajar menjadi papa dan mama sekaligus untuk Evelyn. Aku harus belajar bahwa kalau terlalu mengenang papa, aku tidak akan bisa berkembang. Aku takut, ini juga akan mempengaruhi perkembangan Evelyn, anak kita jika kau terlalu sedih dan selalu teringat kamu.
Papa.... “
“Mama! Mama!”
Kuarahkan wajahku ke arah orang yang memanggil namaku. Kulihat Evelyn didepanku. Masih ada bekas aliran air mata di wajahnya. Sama dengan diriku.
“Ma?!”
Aku tersenyum sambil menyeka bekas air mata di pipiku.
“Yuk kita pulang. Nanti nenek kebingungan menunggu kita kelamaan. Perut juga sudah lapar. Besok kita kembali ke Bandung. “
Kugandeng tangannya dan kupandang pusara makam Filo, suamiku.
“Selamat tinggal, papa. Aku pulang dulu ke Bandung. Besok aku berkunjung kembali.”
Aku masih sangat mencintainya. Smoga aku dapat menempatkan cinta itu dengan benar. Aku pernah berkata kepadanya bahwa kalau bisa mengenal cara untuk mencintai, lima puluh persen adalah karena dia... Apalagi hadiah yang lebih besar yang bisa diberikan seseorang kepada orang lain selain belajar mencintai? Aku harus berterimakasih kepada seseorang yang telah meluangkan waktu agar Aku bisa memberikan dan meneruskan cinta itu kepada buah hati dari cinta kami berdua.
Memang papa telah pergi. Namun, aku tidak sendirian. Ada Evelyn yang menjadi penggantinya. Ketika aku sungguh rindu dan putus asa, Evelyn menjadi semangat untuk tetap hidup, untuk tetap tersenyum dan melihat bahwa semuanya baik-baik saja.
“Terima kasih Papa. Tuhan, berilah kedamaian untuk suamiku tercinta. Berilah aku kekuatan untuk menjalani hidup yang masih kaupercayakan kepadaku. Berilah kesabaran dan cinta yang semakin besar dalam mendampingi Evelyn, anak kami dan tuntunlah dia agar menjadi anak yang baik.”
Tentang aku
Pernahkah teman-teman merasakan kesepian? Pernahkah teman-teman merasa tidak mempunyai teman di dunia ini, hanya merasakan kesendirian. Sunyi, sepi, sendiri, tiada teman, hidup serasa berat, nampak bahwa teman-teman sendiri yang mengalami sebuah masalah yang lebih berat dibanding dengan yang lain. Dunia serasa mau runtuh saja. Banyak pertanyaan yang kemudian muncul. Untuk apa hidup ini? Apa yang aku cari? Apa yang akan aku lakukan setelah aku lulus nanti? Apa yang aku cari dalam kuliahku? Apakah itu berguna dalam persiapanku untuk masa depanku? Toh, aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku di masa yang akan datang…jangankan masa yang akan datang, apa yang akan terjadi besok pun aku tidak tahu…itu juga suatu misteri.
Banyak yang mengatakan bahwa orang hidup di dunia ini karena ingin bahagia. Namun, di pertengahan jalan ternyata menghadapi sebuah tantangan hidup yang membuat tidak mampu lagi meyakini bahwa apa yang sedang dicari adalah kebahagiaan. Yang ada hanya kosong, tak tau mau berbuat apa, tak tau siapa yang akan aku ajak bicara, hanya….aku hanya saja sedang merasa sendiri…pernah aku mencari sesuatu yang mampu membuatku lupa dengan segala permasalahanku…dengan hingar-bingar…dengan mencari sesuatu yang sekiranya membuatku mampu melupakan apa yang sedang terjadi padaku… saat itu,aku merasa senang…bukan bahagia,aku merasa senang..aku merasa senang..namun,, ketika itu semua sudah tidak ada di depan mataku, aku hanya merasakan kosong..kosong dan kosong. Hampa…tak ada artinya,semu saja semua itu. Aku merasakan kepedihan yang bahkan lebih mendalam. Lebih perih…
Yah…memang tidak selamanya aku mengalami keterpurukan. Ada kalanya aku juga merasakan kebahagiaan, aku merasakan bahwa dunia ini begitu indah..begitu berwarna. Saat kurasakan kebahagiaan itu, aku merasa ingin hidup seribu tahun lagi untuk tetap merasakan kebahagiaan itu. Aku bisa tertawa terbahak-bahak seakan-akan aku tidak pernah merasakan kepedihan. Aku merasakan semangat yang luar biasa yang mampu membuatku melakukan sesuatu yang kuduga tidak akan pernah bisa kulakukan. Aku berbahagia, berbunga-bunga seakan-akan hanya kebahagiaan yang ada di depan mata. Itu terjadi seakan-akan aku lupa bahwa hidup itu tidak akan selalu indah…maybe it’s too good to be true…lupa bahwa suatu saat akan berada di bawah. Memang benar-benar menyenangkan saat ini.
Setelah aku merasakan keduanya, aku mulai mengetahui bahwa aku adalah orang yang ekstrim..saat aku merasakan kebahagiaan…sungguh, aku merasakan kebahagiaan yang tiada taranya…tidak ada orang yang mengalahkan kebahagiaanku saat aku bahagia…tapi di saat yang lain, ketika aku sedih…bagaikan tidak akan ada lagi hari esok…sebuah keterpurukan yang mendalam…serasa aku jatuh ke jurang yang amat dalam di mana tidak ada kemungkinan bagiku untuk bangkit…untuk berdiri lagi dan berlari.
Ada satu hal yang menarik yang aku perhatikan ketika aku mengalami entah kesedihan, entah kegembiaraan, yaitu di peristiwa yang penting dalam hidupku itu ada sahabat di sampingku. Sahabatku selalu menyertaiku apa pun yang terjadi. A friend in need is a friend indeed. Kadang aku sendiri merasa tidak enak dengan sahabatku. Ketika aku sedang mengalami masalah, aku ingin sahabatku itu sungguh-sungguh mengerti keadaanku. Dan memang demikian. Sahabatku itu selalu mengerti aku. Tapi ketika sahabatku itu mengalami masalah, kadang aku melupakan bahwa sahabatku selalu ada di sampingku..ada kalanya aku tidak mampu untuk memahami yang terjadi pada sahabatku. Mungkin bisa juga disebut aku adalah orang yang egois. Saat aku ingat itu, aku sungguh malu pada diriku sendiri. Aku sungguh-sungguh malu. Apa yang telah aku lakukan?
Maafkan aku sahabatku…maafkan aku karena aku masih terbuai dengan duniaku sendiri..maafkan aku karena aku kadang tidak mengerti dirimu…aku..aku…tak tau lagi apa yang mau aku katakan lagi padamu.. terima kasih… sahabatku…kau memang yang terbaik…you’re the best..
Marilah kita berdiri…kita saling bergandengan tangan satu sama lain…dan pandang mata teman di depan kita dan ucapkan dalam hati… kau sahabatku…aku akan berjalan di sampingmu selalu…ingat itu…
Jikalau ada sebuah kesalahan yang pernah kita lakukan pada teman kita…ucapkan dalam hati… maafkanlah aku sahabatku..aku belum bisa menjadi sahabat yang baik….
Banyak yang mengatakan bahwa orang hidup di dunia ini karena ingin bahagia. Namun, di pertengahan jalan ternyata menghadapi sebuah tantangan hidup yang membuat tidak mampu lagi meyakini bahwa apa yang sedang dicari adalah kebahagiaan. Yang ada hanya kosong, tak tau mau berbuat apa, tak tau siapa yang akan aku ajak bicara, hanya….aku hanya saja sedang merasa sendiri…pernah aku mencari sesuatu yang mampu membuatku lupa dengan segala permasalahanku…dengan hingar-bingar…dengan mencari sesuatu yang sekiranya membuatku mampu melupakan apa yang sedang terjadi padaku… saat itu,aku merasa senang…bukan bahagia,aku merasa senang..aku merasa senang..namun,, ketika itu semua sudah tidak ada di depan mataku, aku hanya merasakan kosong..kosong dan kosong. Hampa…tak ada artinya,semu saja semua itu. Aku merasakan kepedihan yang bahkan lebih mendalam. Lebih perih…
Yah…memang tidak selamanya aku mengalami keterpurukan. Ada kalanya aku juga merasakan kebahagiaan, aku merasakan bahwa dunia ini begitu indah..begitu berwarna. Saat kurasakan kebahagiaan itu, aku merasa ingin hidup seribu tahun lagi untuk tetap merasakan kebahagiaan itu. Aku bisa tertawa terbahak-bahak seakan-akan aku tidak pernah merasakan kepedihan. Aku merasakan semangat yang luar biasa yang mampu membuatku melakukan sesuatu yang kuduga tidak akan pernah bisa kulakukan. Aku berbahagia, berbunga-bunga seakan-akan hanya kebahagiaan yang ada di depan mata. Itu terjadi seakan-akan aku lupa bahwa hidup itu tidak akan selalu indah…maybe it’s too good to be true…lupa bahwa suatu saat akan berada di bawah. Memang benar-benar menyenangkan saat ini.
Setelah aku merasakan keduanya, aku mulai mengetahui bahwa aku adalah orang yang ekstrim..saat aku merasakan kebahagiaan…sungguh, aku merasakan kebahagiaan yang tiada taranya…tidak ada orang yang mengalahkan kebahagiaanku saat aku bahagia…tapi di saat yang lain, ketika aku sedih…bagaikan tidak akan ada lagi hari esok…sebuah keterpurukan yang mendalam…serasa aku jatuh ke jurang yang amat dalam di mana tidak ada kemungkinan bagiku untuk bangkit…untuk berdiri lagi dan berlari.
Ada satu hal yang menarik yang aku perhatikan ketika aku mengalami entah kesedihan, entah kegembiaraan, yaitu di peristiwa yang penting dalam hidupku itu ada sahabat di sampingku. Sahabatku selalu menyertaiku apa pun yang terjadi. A friend in need is a friend indeed. Kadang aku sendiri merasa tidak enak dengan sahabatku. Ketika aku sedang mengalami masalah, aku ingin sahabatku itu sungguh-sungguh mengerti keadaanku. Dan memang demikian. Sahabatku itu selalu mengerti aku. Tapi ketika sahabatku itu mengalami masalah, kadang aku melupakan bahwa sahabatku selalu ada di sampingku..ada kalanya aku tidak mampu untuk memahami yang terjadi pada sahabatku. Mungkin bisa juga disebut aku adalah orang yang egois. Saat aku ingat itu, aku sungguh malu pada diriku sendiri. Aku sungguh-sungguh malu. Apa yang telah aku lakukan?
Maafkan aku sahabatku…maafkan aku karena aku masih terbuai dengan duniaku sendiri..maafkan aku karena aku kadang tidak mengerti dirimu…aku..aku…tak tau lagi apa yang mau aku katakan lagi padamu.. terima kasih… sahabatku…kau memang yang terbaik…you’re the best..
Marilah kita berdiri…kita saling bergandengan tangan satu sama lain…dan pandang mata teman di depan kita dan ucapkan dalam hati… kau sahabatku…aku akan berjalan di sampingmu selalu…ingat itu…
Jikalau ada sebuah kesalahan yang pernah kita lakukan pada teman kita…ucapkan dalam hati… maafkanlah aku sahabatku..aku belum bisa menjadi sahabat yang baik….
Sabtu, 11 Oktober 2008
STRATEGI UNTUK MENJADI POSITIF DLM DUNIA YG NEGATIF
Saya tidak tahu harus bersikap bagaimana. Saya membaca pesan pada HP saya. "Ms. Chiqui Lara, jam 7:30 pagi, Hotel Intercon." Saya akan makan pagi bersama Presiden dan CEO sebuah perusahaan multi- nasional yang berbasis di London. Saya mulai berandai-andai. Saya membayangkan wanita yang menduduki jabatan Presiden ini pastilah seorang yang berpostur tinggi, impresif, wanita hebat dalam balutan setelan berwarna gelap, bersepatu tumit tinggi, lengkap dengan tas kantor dari kulit. Saya sangat kaget ketika berjalan masuk seorang wanita yang usianya terlihat tidak lebih dari kepala 5 (menurut saya), mengenakan blus putih polos, celana panjang hitam, dan sebuah senyuman yang lembut. Tanpa make-up. Tanpa perhiasan. Tanpa tas kantor.Ia menghampiri saya dan mengulurkan tangannya.(Juga tidak bercat kuku.) Segera, saya merasakan sesuatu yang spesial dari wanita ini. Apakah itu kedamaian batin? Saya baru tahu mengapa setelahnya. Dua tahun lalu, Chiqui didiagnosa terkena kanker. "Persisnya dua kanker utama," katanya. Artinya dua tumor ganas tumbuh dalam ovarium dan rahimnya pada saat yang bersamaan. Semua orang mengira akan melihat seorang wanita yang hancur.Namun sebaliknya, justru pada masa pencobaan itu orang-orang melihat betapa luar biasa positifnya Chiqui. Mata saya mulai basah (yang saya seka ketika ia tidak melihat) mendengarkan ia menuturkan bagaimana keluarga dan para sahabatnya mengasihinya di saat ia membutuhkannya. "Bo, saya dikelilingi oleh kasih yang luar biasa!" Hari ini, kankernya tidak ada lagi.
Saya bertanya padanya, "Chiqui, apa yang membuat Anda menjadi seorang yang begitu positif?""Keluarga saya," ia tersenyum. "Saya menerima cinta yang melimpah dari mereka." Ia memberi sebuah contoh yang sangat luar biasa tentang kasih yang ia alami.
"Natal bertahun-tahun yang lalu, sebuah panti asuhan mengadakan suatu program yang disebut Share-A-Home (Berbagi Sebuah Rumah). Hanya selama liburan Natal, orang tua saya sepakat untuk menerima dua anak yatim piatu, kembar laki-laki, berusia satu setengah tahun. Tapi setelah satu minggu berlalu, ibu saya tidak mengembalikan mereka ke panti asuhan. Kedua anak kembar itu harusnya tinggal bersama kami selama satu minggu. Mereka telah tinggal bersama kami selama 25 tahun."
Ia juga menceritakan pada saya kisah lain yang menyentuh.
"Ayah saya meninggal dalam usia 72. Pada hari terakhir pemakaman, keluarganya yang lain muncul.
Seorang wanita dan tiga anak..."
"Oh tidak...," kata saya.
"Ya. Kami sangat terkejut."
"Tak seorangpun mengetahuinya? " tanya saya.
"Tak seorangpun tahu. Ayah saya selalu pulang ke rumah setiap hari. Jadi ketika keluarganya yang lain muncul, saya ingat kalau saya berbicara pada ibu saya dan bertanya, "Apa yang harus kita lakukan?" Ibu saya menjawab singkat, "Saya sudah memaafkannya. "
Saya melongo.
"Ya," kata Chiqui, "Itulah tipe ibu yang saya miliki. Ia memiliki kasih yang melimpah untuk diberikan. Sekarang Anda tahu mengapa saya seperti ini." "Amin."
"Saya sangat diberkati,Bo. Saya sungguh diberkati"
Dalam usia 32, ia sudah menjadi seorang Presiden dari sebuah perusahaan periklanan raksasa, dan kemudian, sebagai Vice Chairman. Sekarang, ia adalah Presiden dan CEO dari sebuah perusahaan fantastis, Y&R Philippines, bagian dari perusahaan multi-nasional yang sudah berumur 60 tahun. Dalam terminologi saya, Chiqui adalah sebuah"Magnet Berkat".
Mengapa? Karena ia menarik banyak berkat dengan caranya berpikir, merasa, percaya, dan bertindak. Berikut adalah 6 cara bagaimana Anda dapat menjadi sebuah magnet- berkat, dan menjadi positif dalam sebuah dunia yang negatif:
Rasakan cinta. Terima cinta dari orang-orang di sekeliling Anda, tidak perduli betapa kecil dan tidak sempurnanya cinta itu. Rayakan setiap isyarat cinta yang Anda terima. Jadikan itu sebagai suatu hal besar! Dan Anda akan menemukan bahwa Anda akan menerima cinta yang lebih dan lebih lagi.
Bersyukur. Bersyukurlah untuk setiap berkat kecil yang Anda terima. Sebelum tidur, hitunglah paling tidak 5 berkat yang Anda terima pada hari itu. Bahkan bersyukurlah untuk hal-hal buruk, karena pasti ada berkat di dalamnya. Rasa syukur menarik leibh banyak berkat untuk menghampiri Anda.
Percaya. Ya, lakukan semua yang dapat Anda lakukan! Tapi pada akhirnya, berhentilah merasa kuatir. Sebaliknya, bersandar dan percayalah pada Tuhan. Percaya bahwa yang terbaik akan datang.
Miliki sebuah visi. Saat Anda mempunyai sebuah visi yang terperinci, tergambar, mengobarkan semangat dalam hati Anda, Anda pasti akan menjadi positif. Dan ini adalah pengalaman hidup saya yang sangat nyata: Visi yang sangat kuat dalam bayangan Anda akan menarik semua berkat yang Anda butuhkan untuk memenuhi visi tersebut. Anda akan terkejut. Berkat-berkat itu akan datang begitu saja, bergulir ke kaki Anda, memohon Anda untuk menerimanya.
Cintai diri Anda. Bersungguh-sungguh dalam mencintai diri Anda. Hormati diri Anda. Jangan meremehkan diri Anda, jangan membatasi diri Anda, dan jangan menghina diri Anda. Penuhi kebutuhan Anda. Perhatikan diri Anda dengan seksama. Jika Anda lakukan itu, orang lain akan menghormati Anda, mencintai Anda, dan memenuhi kebutuhan Anda juga.
Cintai orang lain. Apapun kasih yang Anda beri, Anda akan menerimanya kembali berlipat-ganda. Karena itu bangunlah setiap pagi karena Anda ingin mencintai. Jadikan cinta sebagai tujuan hidup Anda. Ketika Anda menjadikan cinta sebagai alasan untuk segala sesuatu yang Anda lakukan, sekalipun jika badai gelap menyelimuti Anda, matahari akan selalu bersinar dalam hati Anda.
Semoga mimpi Anda menjadi kenyataan.
Saya bertanya padanya, "Chiqui, apa yang membuat Anda menjadi seorang yang begitu positif?""Keluarga saya," ia tersenyum. "Saya menerima cinta yang melimpah dari mereka." Ia memberi sebuah contoh yang sangat luar biasa tentang kasih yang ia alami.
"Natal bertahun-tahun yang lalu, sebuah panti asuhan mengadakan suatu program yang disebut Share-A-Home (Berbagi Sebuah Rumah). Hanya selama liburan Natal, orang tua saya sepakat untuk menerima dua anak yatim piatu, kembar laki-laki, berusia satu setengah tahun. Tapi setelah satu minggu berlalu, ibu saya tidak mengembalikan mereka ke panti asuhan. Kedua anak kembar itu harusnya tinggal bersama kami selama satu minggu. Mereka telah tinggal bersama kami selama 25 tahun."
Ia juga menceritakan pada saya kisah lain yang menyentuh.
"Ayah saya meninggal dalam usia 72. Pada hari terakhir pemakaman, keluarganya yang lain muncul.
Seorang wanita dan tiga anak..."
"Oh tidak...," kata saya.
"Ya. Kami sangat terkejut."
"Tak seorangpun mengetahuinya? " tanya saya.
"Tak seorangpun tahu. Ayah saya selalu pulang ke rumah setiap hari. Jadi ketika keluarganya yang lain muncul, saya ingat kalau saya berbicara pada ibu saya dan bertanya, "Apa yang harus kita lakukan?" Ibu saya menjawab singkat, "Saya sudah memaafkannya. "
Saya melongo.
"Ya," kata Chiqui, "Itulah tipe ibu yang saya miliki. Ia memiliki kasih yang melimpah untuk diberikan. Sekarang Anda tahu mengapa saya seperti ini." "Amin."
"Saya sangat diberkati,Bo. Saya sungguh diberkati"
Dalam usia 32, ia sudah menjadi seorang Presiden dari sebuah perusahaan periklanan raksasa, dan kemudian, sebagai Vice Chairman. Sekarang, ia adalah Presiden dan CEO dari sebuah perusahaan fantastis, Y&R Philippines, bagian dari perusahaan multi-nasional yang sudah berumur 60 tahun. Dalam terminologi saya, Chiqui adalah sebuah"Magnet Berkat".
Mengapa? Karena ia menarik banyak berkat dengan caranya berpikir, merasa, percaya, dan bertindak. Berikut adalah 6 cara bagaimana Anda dapat menjadi sebuah magnet- berkat, dan menjadi positif dalam sebuah dunia yang negatif:
Rasakan cinta. Terima cinta dari orang-orang di sekeliling Anda, tidak perduli betapa kecil dan tidak sempurnanya cinta itu. Rayakan setiap isyarat cinta yang Anda terima. Jadikan itu sebagai suatu hal besar! Dan Anda akan menemukan bahwa Anda akan menerima cinta yang lebih dan lebih lagi.
Bersyukur. Bersyukurlah untuk setiap berkat kecil yang Anda terima. Sebelum tidur, hitunglah paling tidak 5 berkat yang Anda terima pada hari itu. Bahkan bersyukurlah untuk hal-hal buruk, karena pasti ada berkat di dalamnya. Rasa syukur menarik leibh banyak berkat untuk menghampiri Anda.
Percaya. Ya, lakukan semua yang dapat Anda lakukan! Tapi pada akhirnya, berhentilah merasa kuatir. Sebaliknya, bersandar dan percayalah pada Tuhan. Percaya bahwa yang terbaik akan datang.
Miliki sebuah visi. Saat Anda mempunyai sebuah visi yang terperinci, tergambar, mengobarkan semangat dalam hati Anda, Anda pasti akan menjadi positif. Dan ini adalah pengalaman hidup saya yang sangat nyata: Visi yang sangat kuat dalam bayangan Anda akan menarik semua berkat yang Anda butuhkan untuk memenuhi visi tersebut. Anda akan terkejut. Berkat-berkat itu akan datang begitu saja, bergulir ke kaki Anda, memohon Anda untuk menerimanya.
Cintai diri Anda. Bersungguh-sungguh dalam mencintai diri Anda. Hormati diri Anda. Jangan meremehkan diri Anda, jangan membatasi diri Anda, dan jangan menghina diri Anda. Penuhi kebutuhan Anda. Perhatikan diri Anda dengan seksama. Jika Anda lakukan itu, orang lain akan menghormati Anda, mencintai Anda, dan memenuhi kebutuhan Anda juga.
Cintai orang lain. Apapun kasih yang Anda beri, Anda akan menerimanya kembali berlipat-ganda. Karena itu bangunlah setiap pagi karena Anda ingin mencintai. Jadikan cinta sebagai tujuan hidup Anda. Ketika Anda menjadikan cinta sebagai alasan untuk segala sesuatu yang Anda lakukan, sekalipun jika badai gelap menyelimuti Anda, matahari akan selalu bersinar dalam hati Anda.
Semoga mimpi Anda menjadi kenyataan.
Kamis, 04 September 2008
Belajar menanggung resiko
“Remember that great love and great achievements involve great risk. - Ingat! Cinta yang besar dan prestasi tinggi melibatkan resiko yang besar pula.” ~ Anonim
Risiko memiliki komponen ketidakpastian. Seumpama seseorang meloncat dari gedung berlantai 21 dan mengenakan parasut di punggungnya, ia tidak punya kepastian apakah nantinya parasut itu terbentang dengan baik ataukah tidak. Jika parasut itu gagal di kembangkan, dia berisiko terluka atau meninggal. Tetapi jika ia terjun tanpa parasut, jelaslah ia pasti meninggal dan berarti ia sama sekali tidak menghadapi risiko. Karena risiko itu ditandai dengan berbagai kemungkinan atau ketidakpastian.
Risiko juga bersifat perorangan. Kalaupun misalnya terjadi luberan lumpur panas seperti yang terjadi di Porong - Jawa Timur itu pasti tak hanya dihadapi perusahaan pengebor gas bumi. Tetapi risiko luberan lumpur panas tersebut juga menimpa semua komponen, diantarnya para pemegang saham, kreditur, dewan direksi, pegawai, terlebih penduduk sekitar yang harus mengungsi meninggalkan rumah dan harta benda karena terendam lumpur panas, dan lain sebagainya.
Kita menghadapi risiko setiap hari entah pada saat kita menyeberang jalan, makan, sekolah atau mengejar angkutan kota untuk berangkat kerja atau bahkan pada saat tidur. Beberapa sikap hati-hati sekalipun juga mengandung risiko. Contoh kita mencuci buah-buahan dan sayuran dengan larutan khusus supaya terhindar dari dampak penggunaan pestisida yang melekat pada buah-buahan dan sayuran. Tetapi ternyata langkah tersebut juga memiliki konsekuensi negatif yaitu berkurangnya vitamin dan mineral yang terkandung di dalamnya.
Dengan kata lain, risiko menguasai berbagai area dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan profesional dimanapun kita berada. Kendati demikian, jangan sampai kita berkeinginan untuk tidak menghadapi risiko, karena hal itu sangatlah tidak produktif. Segala risiko tak harus mengganggu kelangsungan aktifitas kita sehari-hari ataupun upaya kita untuk menjadi lebih baik.
Baiknya kita tidak belajar bagaimana menghadapi risiko dari anak kecil yang mencoba memulai langkah-langkah pertamanya. Umumnya mereka teguh berusaha melangkah, walaupun risikonya ia harus berkali-kali terjatuh. Lambat laun setelah terus mencoba, maka ia akan dapat berjalan bahkan berlari.
Contoh lain anak kecil itu ingin mengambil sesuatu di atas meja yang lebih tinggi dari tubuhnya sendiri. Untuk mendapatkan posisi yang strategis dan dapat menjangkau benda tersebut mungkin ia berusaha menyusun beberapa kursi. Bisa jadi ia berhasil mendapatkan posisi yang ideal, tetapi tak jarang ia harus menghadapi risiko kursi terguling dan ia terjatuh ke lantai.
Yang sering terjadi, anak itu mungkin menangis sebagai bentuk ungkapan rasa sakit. Tetapi itu hanya sebentar. Ia akan berusaha sekali lagi, dan tak pernah putus asa mencoba terus. Ketika ia sudah berhasil menjangkau benda yang ia maksud, ia pasti sudah melupakan rasa sakit atau kepalanya yang benjol akibat berulangkali terjatuh.
Sikap anak kecil sebenarnya pelajaran bagi kita untuk terus berupaya meskipun nantinya kita mungkin menghadapi risiko. Mereka yang gagal karena memilih berhenti ketika menghadapi risiko, misalnya gagal, ditipu orang, krisis karena situasi bisnis kacau dan lain sebagainya. Tetapi tak sedikit diantara mereka yang sangat berhasil karena menjadikan kegagalan sebagai pelajaran berharga dan terus berupaya.
Pebisnis sukses seperti Donald Trump berani berinvestasi pada bisnis-bisnis potensial tetapi berisiko tinggi. Ia pernah menanggung risiko kebangkrutan dan hutang sebesar 2 milyar USD pada tahun 1990-an. Sampai-sampai ia tak dapat membayar hutang tersebut. Tetapi pria lulusan University of Pennsylvania’ s Wharton School itu tetap optimis dapat menciptakan sesuatu yang besar dan istimewa.
Ia kembali memanfaatkan kemampuan bernegosiasi dan kepintarannya untuk kembali berinvestasi. Ia memiliki keberanian menembus dunia bisnis yang penuh dengan risiko dan melakukan manuver bisnis yang paling luar biasa dalam sejarah, sampai akhirnya mampu merajai bisnis di bidang perhotelan, kasino, real estate dan lain sebagainya. Keberanian melangkah sekaligus menanggung risiko berbisnis menjadikan Donald Trump sekarang sebagai salah seorang terkaya di dunia.
Seandainya Donald Trump tak memulai langkahnya di dunia bisnis, dijamin pasti dia tak akan mengalami risiko gagal. Dengan kata lain, orang-orang sukses di dunia ini memulai segala segala keberhasilan dengan berenang dalam lautan risiko. Jika kita memilih sukses, maka langkah yang paling tepat untuk menyongsong sukses itu adalah segera memulai dan terus mencoba.
Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwasanya kegagalan adalah bagian dari paket kesuksesan. Jika kita menyerah pada saat kita gagal maka kita tak akan pernah menyadari begitu dekat posisi kita dengan kesuksesan itu. Bila kita cukup memahami bagaimana cara menanggung risiko dari seorang anak kecil, maka jangan pernah lagi menghitung berapa kali kita gagal, melainkan menentukan secara pasti kapan kita bisa sukses dengan berusaha, berubah, dan memperbaiki strategi secara simultan atau terus menerus.
Risiko memiliki komponen ketidakpastian. Seumpama seseorang meloncat dari gedung berlantai 21 dan mengenakan parasut di punggungnya, ia tidak punya kepastian apakah nantinya parasut itu terbentang dengan baik ataukah tidak. Jika parasut itu gagal di kembangkan, dia berisiko terluka atau meninggal. Tetapi jika ia terjun tanpa parasut, jelaslah ia pasti meninggal dan berarti ia sama sekali tidak menghadapi risiko. Karena risiko itu ditandai dengan berbagai kemungkinan atau ketidakpastian.
Risiko juga bersifat perorangan. Kalaupun misalnya terjadi luberan lumpur panas seperti yang terjadi di Porong - Jawa Timur itu pasti tak hanya dihadapi perusahaan pengebor gas bumi. Tetapi risiko luberan lumpur panas tersebut juga menimpa semua komponen, diantarnya para pemegang saham, kreditur, dewan direksi, pegawai, terlebih penduduk sekitar yang harus mengungsi meninggalkan rumah dan harta benda karena terendam lumpur panas, dan lain sebagainya.
Kita menghadapi risiko setiap hari entah pada saat kita menyeberang jalan, makan, sekolah atau mengejar angkutan kota untuk berangkat kerja atau bahkan pada saat tidur. Beberapa sikap hati-hati sekalipun juga mengandung risiko. Contoh kita mencuci buah-buahan dan sayuran dengan larutan khusus supaya terhindar dari dampak penggunaan pestisida yang melekat pada buah-buahan dan sayuran. Tetapi ternyata langkah tersebut juga memiliki konsekuensi negatif yaitu berkurangnya vitamin dan mineral yang terkandung di dalamnya.
Dengan kata lain, risiko menguasai berbagai area dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan profesional dimanapun kita berada. Kendati demikian, jangan sampai kita berkeinginan untuk tidak menghadapi risiko, karena hal itu sangatlah tidak produktif. Segala risiko tak harus mengganggu kelangsungan aktifitas kita sehari-hari ataupun upaya kita untuk menjadi lebih baik.
Baiknya kita tidak belajar bagaimana menghadapi risiko dari anak kecil yang mencoba memulai langkah-langkah pertamanya. Umumnya mereka teguh berusaha melangkah, walaupun risikonya ia harus berkali-kali terjatuh. Lambat laun setelah terus mencoba, maka ia akan dapat berjalan bahkan berlari.
Contoh lain anak kecil itu ingin mengambil sesuatu di atas meja yang lebih tinggi dari tubuhnya sendiri. Untuk mendapatkan posisi yang strategis dan dapat menjangkau benda tersebut mungkin ia berusaha menyusun beberapa kursi. Bisa jadi ia berhasil mendapatkan posisi yang ideal, tetapi tak jarang ia harus menghadapi risiko kursi terguling dan ia terjatuh ke lantai.
Yang sering terjadi, anak itu mungkin menangis sebagai bentuk ungkapan rasa sakit. Tetapi itu hanya sebentar. Ia akan berusaha sekali lagi, dan tak pernah putus asa mencoba terus. Ketika ia sudah berhasil menjangkau benda yang ia maksud, ia pasti sudah melupakan rasa sakit atau kepalanya yang benjol akibat berulangkali terjatuh.
Sikap anak kecil sebenarnya pelajaran bagi kita untuk terus berupaya meskipun nantinya kita mungkin menghadapi risiko. Mereka yang gagal karena memilih berhenti ketika menghadapi risiko, misalnya gagal, ditipu orang, krisis karena situasi bisnis kacau dan lain sebagainya. Tetapi tak sedikit diantara mereka yang sangat berhasil karena menjadikan kegagalan sebagai pelajaran berharga dan terus berupaya.
Pebisnis sukses seperti Donald Trump berani berinvestasi pada bisnis-bisnis potensial tetapi berisiko tinggi. Ia pernah menanggung risiko kebangkrutan dan hutang sebesar 2 milyar USD pada tahun 1990-an. Sampai-sampai ia tak dapat membayar hutang tersebut. Tetapi pria lulusan University of Pennsylvania’ s Wharton School itu tetap optimis dapat menciptakan sesuatu yang besar dan istimewa.
Ia kembali memanfaatkan kemampuan bernegosiasi dan kepintarannya untuk kembali berinvestasi. Ia memiliki keberanian menembus dunia bisnis yang penuh dengan risiko dan melakukan manuver bisnis yang paling luar biasa dalam sejarah, sampai akhirnya mampu merajai bisnis di bidang perhotelan, kasino, real estate dan lain sebagainya. Keberanian melangkah sekaligus menanggung risiko berbisnis menjadikan Donald Trump sekarang sebagai salah seorang terkaya di dunia.
Seandainya Donald Trump tak memulai langkahnya di dunia bisnis, dijamin pasti dia tak akan mengalami risiko gagal. Dengan kata lain, orang-orang sukses di dunia ini memulai segala segala keberhasilan dengan berenang dalam lautan risiko. Jika kita memilih sukses, maka langkah yang paling tepat untuk menyongsong sukses itu adalah segera memulai dan terus mencoba.
Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwasanya kegagalan adalah bagian dari paket kesuksesan. Jika kita menyerah pada saat kita gagal maka kita tak akan pernah menyadari begitu dekat posisi kita dengan kesuksesan itu. Bila kita cukup memahami bagaimana cara menanggung risiko dari seorang anak kecil, maka jangan pernah lagi menghitung berapa kali kita gagal, melainkan menentukan secara pasti kapan kita bisa sukses dengan berusaha, berubah, dan memperbaiki strategi secara simultan atau terus menerus.
Langganan:
Postingan (Atom)