Siapa Allah Bagimu????
R. Haight mengungkapkan ada sekitar 10 simbol mengenai Allah dalam pemahyuan kristiani. Simbol-simbol ini tidak dimaksudkan sebagai sistematisasi lengkap. Yang dikemukakan bukan deskripsi obyektif mengenai Allah, melainkan bagaimana Allah dipahami dan diungkapkan dlaam simbol-simbol pehayuan kristiani ini[1]. Simbol-simbol tersebut adalah:
1. Allah itu transenden. Allah adalah yang kudus, mulia, agung tak terbatas. Obyek pengalaman religius ini adalah mysterium tremendum et fascinans. Pernyataan mengenai Allah yang transenden berarti pengakuan mengenai Allah sebagai completely or totally other. Allah itu mengatasi apa yang dapat diketahui oleh manusia. Allah itu tak terbatas.
2. Allah itu imanen. Allah tidak hanya dialami sebagai yang transenden, sumber, dan asal-usul, melainkan juga sebagai dasar terdalam dari kehidupan. Allah tidak hanya menciptakan dunia seperti tukang periuk. Allah tidak hanya berda jauh di luar, melainkan hadir pada semua yang ada. Segalanya berada dalam lingkup Allah, berada dalam kuasa Allah. Simbol untuk ini dalam Alkitab adalah Roh Allah yang menunjuk daya kuasa Allah yang imanen dan memberi hidup kepada semua yang ada. Allah bukanlah Allah di luar siptaan, bukan Alah yang jauh dari atas memandang ciptaan secara obyektif. Allah yang transenden adalah imanen dan yang hadir di mana-mana.
3. Allah adalah Pencipta. Simbol dan ajaran mengenai penciptaan sesuai dengan pengalaman manusiawi yang sepenuhnya tergantung pada sumber di luar dirinya, di luar dunia. Simbol pencipta menggarisbawahi transendensi Allah. Allah adalah sumber, asal-usul, penyangga kehidupan. Allah tidak hanya bertindak sesaat kemudian berhenti. Setiap saat Allah menyangga kehidupan. Setiap saat bertindak menciptakan. Manusia tergantung secara mutlak pada Allah. Manusia diciptakan dari ketiadaan. Alternatif dari hidup yang diciptakan oleh kuasa Allah adalah ketiadaan (nothing). Ciptaan Allah bukanlah Allah. Simbol penciptaan sekaligus demitologisasi dan sekularisasi dunia yang terbatas ini. Dunia terbatas ini bukanlah Allah. Berhadapan dengan dunia, secara relatif manusia adalah otonom dan dipanggil untuk ikut serta dalam proses penciptaan dalam sejarah. Kebebasan dan otonomi manusia merupakan anugerah sekaligus bergantung secara absolut pada Allah.
4. Allah itu personal. Allah dalam tradisi Yahudi-Kristen adalah Allah yang disapa. Kepadanya orang berdoa, berbicara, dan menyampaikan permohonan-permohonan maupun segala perasaan. Allah berhubungan denagn manusia secara personal. Relasi Allah dengan manusia tdak hanya terjadi secara individual melainkan juga secara komunal. Simbol relasi itu dalam Perjanjia Lama disebut perjanjian. Manusia berkenan pada Alalh, dirahmati, menjadi kesukaan Allah. Relasi manusia dengan Allah secara perorangan maupun kelompok tidaklah eksklusif. Perjanjian Allah diadakan dengan semua orang. Simbol ini perlu diimbangi dengan penerimaan akan kenyataan dosa manusia.
5. Allah penyelenggara. Sombol penyelenggaraan Allah menggarisbawahi simbol-simbol yang sudah dibicarakan. Penyelenggaraan menunjuk kekuasaan kreatif personal dari Allah. Transendensi maupun imannesi Allah tidaklah statis, melainkan dalam konteks waktu, proses dan sejarah. Allah menyelenggarakan berari bahwa Allah yang mengetahui sebelumnya, memelihara ciptaan seperti orang tua. Pemeliharaan dan pengerahan itu tidak merupakan saingan kebebasan dan otonomi manusia, melainkan segalanya berada dalam bimbingan dan pengetahuan kebijaksanaan dari kekuasaan Allah.
6. Allah adalah kasih, Dalam kitab Suci terdapat banyak sekali simbol-simbol yang menunjukkan kasih Allah. Yesus berbicara mengenai Allah sebagai Bapa, suatu simbol yang tidak mau menunjuk bahwa Alalh itu laki-laki. Yang mau diungkapkan adalah pemeliharaan penuh kasih dari ayah-ibu kepad aanak-anaknya. Santo Yohanes menyebut Allah adalah kasih. Allah adalah Allah bagi dunia, bagi manusia. Allah memanggil manusia yang bebas ke dalam relasi kasih timbal balik. Kasih Allah itu setia dan tetap. Dalam kerangka alam pikiran Yunani, Allah itu berubah. Dalam konteks historis pemahaman Yahudi-Kristen “Allah tidak berubah” berarti bahwa Allah yang berhubungan secara personal dengan manusia dalam sejarah, tetapi setia dalam kasih, juga kalau jawaban manusia berubah-ubah.
7. Allah adalah Hakim. Dengan mengutuk ketidakadilan sosial, para nabi menyatakan bahwa Allah tidak menerima situasi seperti itu. Pandangan mengenai Allah sebagai Hakim yang mengadili itu mengalir dari kodrat Allah yang mengasihi. Allah menghendaki kebaikan semua orang. Allah itu melawan penindasan manusia dan ketidakadilan terhadap umatNya. Allah bukanlah Allah yang dipuaskan dengan ibadat dan ritus oleh manusia yang menolak sesamanya. Allah menghendaki keseluruhan, keutuhan, kepenuhan hidup dari yang diciptakanNya, dan karena itu melawan segala perendahan manusiawi. Cinta otentik kepada Allah harus juga berarti cinta kepada apa yang dimiliki Allah, apa yang dicintai Allah.
8. Kerajaan Allah. Dalam peristiwa Yesus, simbol Kerajaan Allah berarti pemerintahan Allah di dunia, kuasa Allah yang adalah kuasa kasih, yang menyembuhkan, mengutuhkan dan membawa pemenuhan manusiawi. Pemerintah dan kuasa Allah mencakup semua manusia tanpa kecuali. Allah mendahulukan yang sakit, yang pecah, yang menderita, dan terutama yang paling menderita. Kerajaan Allah dengan demikian merupakan pemenuhan manusiawi, kerajaan damai dan harmoni, keadilan dan kegembiraan. Memasuki Kerajaan Allah, orang harus mengambil sikap dan kualitas Allah dan beriman berarti melaksanakan kehendak Allah.
9. Allah penyelamat. Kehidupan manusia mendapat ciri dan keterbatasan, penderitaan dan kematian. Seluruh penggambaran mengenai Allah tidak berarti seandainya Allah bukan Penyelamat. Kenyataan ini dinyatakan oleh Yesus dengan simbol Kerajaan Allah. Allah adalah Penyelamatan apabila Kerajaan Allah datang dalam kepenuhan. Allah adalah penyelamat sekarang ini dengan daya kuasa Roh Allah yang merupakan daya kuasa cinta, penyembuhan dan perawatan. Simbol Allah sebagai Penyelamat menjembatani kenyataan manusiawi yang paradoksal, yaitu di satu pihak secara mutlak dan akrab berhubungan denagn Allah, di lain pihak terasing dari Allah, bahkan sendirian.
10. Allah adalah misteri absolut. Pernyataan mengenai Allah sebgai misteri absolut berarti suatu pengakuan bahwa meskipun kita berusaha sekuat tenaga untuk menggambarkan Allah, kita tetap tidak mengetahui Allah sebagaimana adanya. Kita hanya dapat merumuskan konsep-konsep mengenai Allah berdasarkan pengalaman-pengalaman religius kita. Misteri Allah tidak hanya menyangkut pengetahuan, melainkan secara dasariah menyentuh seluruh kehidupan, misalnya dalam simbol Ayub. Ayub yang tidak bersalah mengalami penderitaan yang berkepanjangan sampai pada tepi kematian. Ayub merupakan model spiritualitas kritis. Dia tidak menerima kejahatan dan tidak dipuaskan dengan konsep mengenai Allah dan tidak menyerah kepada ortodoksi yagn membiarkan ketidakadilan.
Percakapan mengenai Kristologi menyapa setiap budaya dalam perkembangan manusia yang mejadi ruang lingkup konteks aktual Gereja. Hal ini tentu saja mempunyai rentang waktu yang cukup lama dengan peristiwa Yesus. Dalam perkembangan budaya yang semakin modern, semakin jauh dari realitas historis Yesus Kristus; selalu dibutuhkan, digali, dan dikembangkan sebuah re-interpretasi tradisi kristiani. Figur Yesus historis menjadi pusat, sekaligus tanda kehadiran dan wahyu Allah dalam komunitas kristiani. Yesus dilihat sebagai simbol Allah yang menuntut manusia untuk bersikap kritis dalam beriman.
Bagi umat beriman Kristiani, Allah yang dialami adalah Allah yang mewahyukan diri melalui Yesus Kristus. Melalui Yesus Kristus, manusia sampai kepada Allah. Hidup beriman mengikuti Yesus Kristus mempunyai ciri mistis, menyentuh pengalamn personal. Hidup beriman juga mempunyai ciri politis, mengusahakan kesejahteraan hidup bersama yagn lebih manusiawi, lebih adil, dan merdeka. Orang-orang yang berjumpa dengan Yesus dipanggil untuk mengikutinya, untuk mengolah hidup batin dan lingkungan mereka sehingga setiap pribadi mempunyai kepastian jawaban mengenai “Siapa Yesus baginya”.
[1] Roger Haight. An Alternative Vision An Interpretation of Liberation Theology. New York: Paulist Press. 90-95.
R. Haight mengungkapkan ada sekitar 10 simbol mengenai Allah dalam pemahyuan kristiani. Simbol-simbol ini tidak dimaksudkan sebagai sistematisasi lengkap. Yang dikemukakan bukan deskripsi obyektif mengenai Allah, melainkan bagaimana Allah dipahami dan diungkapkan dlaam simbol-simbol pehayuan kristiani ini[1]. Simbol-simbol tersebut adalah:
1. Allah itu transenden. Allah adalah yang kudus, mulia, agung tak terbatas. Obyek pengalaman religius ini adalah mysterium tremendum et fascinans. Pernyataan mengenai Allah yang transenden berarti pengakuan mengenai Allah sebagai completely or totally other. Allah itu mengatasi apa yang dapat diketahui oleh manusia. Allah itu tak terbatas.
2. Allah itu imanen. Allah tidak hanya dialami sebagai yang transenden, sumber, dan asal-usul, melainkan juga sebagai dasar terdalam dari kehidupan. Allah tidak hanya menciptakan dunia seperti tukang periuk. Allah tidak hanya berda jauh di luar, melainkan hadir pada semua yang ada. Segalanya berada dalam lingkup Allah, berada dalam kuasa Allah. Simbol untuk ini dalam Alkitab adalah Roh Allah yang menunjuk daya kuasa Allah yang imanen dan memberi hidup kepada semua yang ada. Allah bukanlah Allah di luar siptaan, bukan Alah yang jauh dari atas memandang ciptaan secara obyektif. Allah yang transenden adalah imanen dan yang hadir di mana-mana.
3. Allah adalah Pencipta. Simbol dan ajaran mengenai penciptaan sesuai dengan pengalaman manusiawi yang sepenuhnya tergantung pada sumber di luar dirinya, di luar dunia. Simbol pencipta menggarisbawahi transendensi Allah. Allah adalah sumber, asal-usul, penyangga kehidupan. Allah tidak hanya bertindak sesaat kemudian berhenti. Setiap saat Allah menyangga kehidupan. Setiap saat bertindak menciptakan. Manusia tergantung secara mutlak pada Allah. Manusia diciptakan dari ketiadaan. Alternatif dari hidup yang diciptakan oleh kuasa Allah adalah ketiadaan (nothing). Ciptaan Allah bukanlah Allah. Simbol penciptaan sekaligus demitologisasi dan sekularisasi dunia yang terbatas ini. Dunia terbatas ini bukanlah Allah. Berhadapan dengan dunia, secara relatif manusia adalah otonom dan dipanggil untuk ikut serta dalam proses penciptaan dalam sejarah. Kebebasan dan otonomi manusia merupakan anugerah sekaligus bergantung secara absolut pada Allah.
4. Allah itu personal. Allah dalam tradisi Yahudi-Kristen adalah Allah yang disapa. Kepadanya orang berdoa, berbicara, dan menyampaikan permohonan-permohonan maupun segala perasaan. Allah berhubungan denagn manusia secara personal. Relasi Allah dengan manusia tdak hanya terjadi secara individual melainkan juga secara komunal. Simbol relasi itu dalam Perjanjia Lama disebut perjanjian. Manusia berkenan pada Alalh, dirahmati, menjadi kesukaan Allah. Relasi manusia dengan Allah secara perorangan maupun kelompok tidaklah eksklusif. Perjanjian Allah diadakan dengan semua orang. Simbol ini perlu diimbangi dengan penerimaan akan kenyataan dosa manusia.
5. Allah penyelenggara. Sombol penyelenggaraan Allah menggarisbawahi simbol-simbol yang sudah dibicarakan. Penyelenggaraan menunjuk kekuasaan kreatif personal dari Allah. Transendensi maupun imannesi Allah tidaklah statis, melainkan dalam konteks waktu, proses dan sejarah. Allah menyelenggarakan berari bahwa Allah yang mengetahui sebelumnya, memelihara ciptaan seperti orang tua. Pemeliharaan dan pengerahan itu tidak merupakan saingan kebebasan dan otonomi manusia, melainkan segalanya berada dalam bimbingan dan pengetahuan kebijaksanaan dari kekuasaan Allah.
6. Allah adalah kasih, Dalam kitab Suci terdapat banyak sekali simbol-simbol yang menunjukkan kasih Allah. Yesus berbicara mengenai Allah sebagai Bapa, suatu simbol yang tidak mau menunjuk bahwa Alalh itu laki-laki. Yang mau diungkapkan adalah pemeliharaan penuh kasih dari ayah-ibu kepad aanak-anaknya. Santo Yohanes menyebut Allah adalah kasih. Allah adalah Allah bagi dunia, bagi manusia. Allah memanggil manusia yang bebas ke dalam relasi kasih timbal balik. Kasih Allah itu setia dan tetap. Dalam kerangka alam pikiran Yunani, Allah itu berubah. Dalam konteks historis pemahaman Yahudi-Kristen “Allah tidak berubah” berarti bahwa Allah yang berhubungan secara personal dengan manusia dalam sejarah, tetapi setia dalam kasih, juga kalau jawaban manusia berubah-ubah.
7. Allah adalah Hakim. Dengan mengutuk ketidakadilan sosial, para nabi menyatakan bahwa Allah tidak menerima situasi seperti itu. Pandangan mengenai Allah sebagai Hakim yang mengadili itu mengalir dari kodrat Allah yang mengasihi. Allah menghendaki kebaikan semua orang. Allah itu melawan penindasan manusia dan ketidakadilan terhadap umatNya. Allah bukanlah Allah yang dipuaskan dengan ibadat dan ritus oleh manusia yang menolak sesamanya. Allah menghendaki keseluruhan, keutuhan, kepenuhan hidup dari yang diciptakanNya, dan karena itu melawan segala perendahan manusiawi. Cinta otentik kepada Allah harus juga berarti cinta kepada apa yang dimiliki Allah, apa yang dicintai Allah.
8. Kerajaan Allah. Dalam peristiwa Yesus, simbol Kerajaan Allah berarti pemerintahan Allah di dunia, kuasa Allah yang adalah kuasa kasih, yang menyembuhkan, mengutuhkan dan membawa pemenuhan manusiawi. Pemerintah dan kuasa Allah mencakup semua manusia tanpa kecuali. Allah mendahulukan yang sakit, yang pecah, yang menderita, dan terutama yang paling menderita. Kerajaan Allah dengan demikian merupakan pemenuhan manusiawi, kerajaan damai dan harmoni, keadilan dan kegembiraan. Memasuki Kerajaan Allah, orang harus mengambil sikap dan kualitas Allah dan beriman berarti melaksanakan kehendak Allah.
9. Allah penyelamat. Kehidupan manusia mendapat ciri dan keterbatasan, penderitaan dan kematian. Seluruh penggambaran mengenai Allah tidak berarti seandainya Allah bukan Penyelamat. Kenyataan ini dinyatakan oleh Yesus dengan simbol Kerajaan Allah. Allah adalah Penyelamatan apabila Kerajaan Allah datang dalam kepenuhan. Allah adalah penyelamat sekarang ini dengan daya kuasa Roh Allah yang merupakan daya kuasa cinta, penyembuhan dan perawatan. Simbol Allah sebagai Penyelamat menjembatani kenyataan manusiawi yang paradoksal, yaitu di satu pihak secara mutlak dan akrab berhubungan denagn Allah, di lain pihak terasing dari Allah, bahkan sendirian.
10. Allah adalah misteri absolut. Pernyataan mengenai Allah sebgai misteri absolut berarti suatu pengakuan bahwa meskipun kita berusaha sekuat tenaga untuk menggambarkan Allah, kita tetap tidak mengetahui Allah sebagaimana adanya. Kita hanya dapat merumuskan konsep-konsep mengenai Allah berdasarkan pengalaman-pengalaman religius kita. Misteri Allah tidak hanya menyangkut pengetahuan, melainkan secara dasariah menyentuh seluruh kehidupan, misalnya dalam simbol Ayub. Ayub yang tidak bersalah mengalami penderitaan yang berkepanjangan sampai pada tepi kematian. Ayub merupakan model spiritualitas kritis. Dia tidak menerima kejahatan dan tidak dipuaskan dengan konsep mengenai Allah dan tidak menyerah kepada ortodoksi yagn membiarkan ketidakadilan.
Percakapan mengenai Kristologi menyapa setiap budaya dalam perkembangan manusia yang mejadi ruang lingkup konteks aktual Gereja. Hal ini tentu saja mempunyai rentang waktu yang cukup lama dengan peristiwa Yesus. Dalam perkembangan budaya yang semakin modern, semakin jauh dari realitas historis Yesus Kristus; selalu dibutuhkan, digali, dan dikembangkan sebuah re-interpretasi tradisi kristiani. Figur Yesus historis menjadi pusat, sekaligus tanda kehadiran dan wahyu Allah dalam komunitas kristiani. Yesus dilihat sebagai simbol Allah yang menuntut manusia untuk bersikap kritis dalam beriman.
Bagi umat beriman Kristiani, Allah yang dialami adalah Allah yang mewahyukan diri melalui Yesus Kristus. Melalui Yesus Kristus, manusia sampai kepada Allah. Hidup beriman mengikuti Yesus Kristus mempunyai ciri mistis, menyentuh pengalamn personal. Hidup beriman juga mempunyai ciri politis, mengusahakan kesejahteraan hidup bersama yagn lebih manusiawi, lebih adil, dan merdeka. Orang-orang yang berjumpa dengan Yesus dipanggil untuk mengikutinya, untuk mengolah hidup batin dan lingkungan mereka sehingga setiap pribadi mempunyai kepastian jawaban mengenai “Siapa Yesus baginya”.
[1] Roger Haight. An Alternative Vision An Interpretation of Liberation Theology. New York: Paulist Press. 90-95.
1 komentar:
kadang saya berpikir - mungkin lebih "asyik" kalau kita tidak punya perjanjian lama - dimana Allah dibeberapa tempat digambarkan kejam dan haus darah - jauh beda dengan Yesus yang lembut dan friendly
Posting Komentar