Perayaan Ekaristi merupaakna perayaan puji syukur. Kata eucharistia menunjuk secara jelas bahwa Ekaristi merupakan perayaan syukur. Melihat struktur perayaan Ekaristi, semakin jelaslah paha perayaan ekaristi pertama-tama merupakana perayaan syukur Gereja. Dalam perayaan Ekaristi, kita mensyukuri karya penyelamatan Allah yang terlaksana melalui Yesus Kristus, yakni terutama dalma peristiwa wafat dan kebangkitanNya. Seluruh doa dalam Perayaan Ekaristi itu dialamatkan kepada alalh Bapa. Ungkapan yang penuh syukur itu tampak sekali dalam seluruh Doa Syujkur Agung. Sudah sejak dalam prefasi, kita bersyukur kepada Allah Bapa, “Sungguh layak dan sepantasnya, ya Bapa yang kudus. Allah yang kekal dan kuasa, kami senantiasa bersyukur kepada-My dengan pengantaraan YesusKristus PuteraMu yang terkasih.”
Puji syukur ini terus mewarnai seluruh DSA, yakni atas karya kasih dan kebaikan Allah yang tampak dalam Putra-Nya Yesus Kristus yang menebus dan menyelamatkan umat manusia melalui kurban salib: wafat dan kebangkitanNya. Seluruh DSA itu diakhiri dengan rangkuman doksologi penutup yang memang merupakan pola doa kristiani yang tertua, yakni pujian yang dialamatkan kepada Bapa melalui pengantaraan Kristus dan berkat Roh Kudus. “Dengan pengantaraan Kristus, bersama Dia dan dalam Dia, bagiMu, Allah Bapa yang mahakuasa, dalam persekutuana denagn Roh Kudus, segala hormat dan kemuliaan, sepanjang segala masa.” Dan umat menjawab dengan meriah “Amin”.
Sifat dan bentuk dasar Ekaristi adalah puji syukur. Perayaan Ekaristi merupakan perjamuan sakramental, yaitu perjamuan dalam bentuk simbol. Perayaan Ekaristis disebut perjamuan sakramental sejauh Ekaristi dilihat menurut simbol dan tanda yang dipakai, yakni roti dan anggur yang memang berada dalam konterks perjuman makan dan menurut intensi dibaliknya, yaitu kebersamaan.
Ketika mengikuti Ekaristi, diharapkan umat mengungkapkan syukur atas segala pengalaman kasih yang dialami dalam hidup hariannya. Pengalaman syukur itu muncul dari kesadarana bahwa Allah terlibat dalam hidupku di masa lalu, sekarang, dan tentu saja di masa yang akan datang. Kesulitan yang dihadapi adalah seringkali umat beriman datang ke Gereja dengan perasaan kosong karena hanya sekedar datang demi sebuah kewajiban. Padahal diharapkan, dengan ikut ekaristi umat beriman membawa rasa syukur sekaligus sebuha kerinduan akan kasih Allah dalam hidup yang masih akan dijalaninya di hari-hari berikutnya.
Baik kalau misalnya, umat beriman datang ke perayaan Ekaristi membawa satu buah pengalaman rasa syukur bahwa Allah telah terlibat dalam hidup dan dirinya. Selain itu, dia juga membawa kerinduan akan keterlibatan kasih Allah dalam hidupnya yang selama ini menjadi sebuah kerinduan dan dambaan hati. Dengan demikian, perayaan Ekaristi sungguh menjadi sebuah ungkapan syukur sekaligus permohonan pribadi dan lebih dari pada itu menjadi sebuah kesempatan untuk bertemu dengan Tuhan, bertatap muka dengan Tuhan dan mengungkapkan segala pengalaman suka, duka, harapan yang dialaminya.
Puji syukur ini terus mewarnai seluruh DSA, yakni atas karya kasih dan kebaikan Allah yang tampak dalam Putra-Nya Yesus Kristus yang menebus dan menyelamatkan umat manusia melalui kurban salib: wafat dan kebangkitanNya. Seluruh DSA itu diakhiri dengan rangkuman doksologi penutup yang memang merupakan pola doa kristiani yang tertua, yakni pujian yang dialamatkan kepada Bapa melalui pengantaraan Kristus dan berkat Roh Kudus. “Dengan pengantaraan Kristus, bersama Dia dan dalam Dia, bagiMu, Allah Bapa yang mahakuasa, dalam persekutuana denagn Roh Kudus, segala hormat dan kemuliaan, sepanjang segala masa.” Dan umat menjawab dengan meriah “Amin”.
Sifat dan bentuk dasar Ekaristi adalah puji syukur. Perayaan Ekaristi merupakan perjamuan sakramental, yaitu perjamuan dalam bentuk simbol. Perayaan Ekaristis disebut perjamuan sakramental sejauh Ekaristi dilihat menurut simbol dan tanda yang dipakai, yakni roti dan anggur yang memang berada dalam konterks perjuman makan dan menurut intensi dibaliknya, yaitu kebersamaan.
Ketika mengikuti Ekaristi, diharapkan umat mengungkapkan syukur atas segala pengalaman kasih yang dialami dalam hidup hariannya. Pengalaman syukur itu muncul dari kesadarana bahwa Allah terlibat dalam hidupku di masa lalu, sekarang, dan tentu saja di masa yang akan datang. Kesulitan yang dihadapi adalah seringkali umat beriman datang ke Gereja dengan perasaan kosong karena hanya sekedar datang demi sebuah kewajiban. Padahal diharapkan, dengan ikut ekaristi umat beriman membawa rasa syukur sekaligus sebuha kerinduan akan kasih Allah dalam hidup yang masih akan dijalaninya di hari-hari berikutnya.
Baik kalau misalnya, umat beriman datang ke perayaan Ekaristi membawa satu buah pengalaman rasa syukur bahwa Allah telah terlibat dalam hidup dan dirinya. Selain itu, dia juga membawa kerinduan akan keterlibatan kasih Allah dalam hidupnya yang selama ini menjadi sebuah kerinduan dan dambaan hati. Dengan demikian, perayaan Ekaristi sungguh menjadi sebuah ungkapan syukur sekaligus permohonan pribadi dan lebih dari pada itu menjadi sebuah kesempatan untuk bertemu dengan Tuhan, bertatap muka dengan Tuhan dan mengungkapkan segala pengalaman suka, duka, harapan yang dialaminya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar